Pabrikan Proyeksi Produksi Rokok Turun 11% Efek Aturan Baru Kesehatan

Andi M. Arief
13 Agustus 2024, 19:17
rokok, rpp, penjualan rokok
Fauza Syahputra|Katadata
Ilustrasi rokok: Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 melarang penjualan rokok ketengan atau eceran per batang.

Ringkasan

  • Produksi rokok putih diperkirakan turun 11% akibat pelarangan penjualan rokok ketengan dalam PP Kesehatan, dari 9,78 miliar batang menjadi 8,69 miliar batang.
  • Penurunan produksi ini dinilai akan memicu maraknya rokok ilegal yang lebih murah karena tidak membayar cukai, sehingga merugikan produsen rokok legal.
  • Gaprindo mengusulkan kenaikan cukai rokok di bawah pertumbuhan ekonomi tahun depan, karena kenaikan cukai sebelumnya dinilai tidak efektif menekan konsumsi rokok dan justru meningkatkan peredaran rokok ilegal.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia atau Gaprindo memproyeksikan produksi rokok putih turun hingga 11% pada tahun ini. Penurunan produksi dipengaruhi oleh implementasi Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang Undang-Undang Kesehatan yang antara lain mengatur larangan penjualan rokok satuan atau ketengan.

Ketua Umum Gaprindo Benny Wahyudi mengatakan, produksi rokok putih pada tahun lalu mencapai 9,78 miliar batang. Benny menghitung produksi rokok putih pada tahun ini dapat susut lebih dari 1 miliar batang menjadi 8,69 miliar batang akibat PP Kesehatan.

"Ketentuan baru ini membuat kami menghadapi kesulitan di bidang perdagangan. Jika cukai rokok kembali naik pada tahun depan, produksi rokok bisa mencapai 11% tahun ini," kata Benny di Jakarta Pusat, Selasa (13/8).

Benny menilai penurunan produksi rokok putih pada tahun ini dapat lebih dalam dari rata-rata 2019 sampai 2023 sebesar 10,5%. Benny mengatakan, penurunan produksi tersebut pada akhirnya akan membuat rokok ilegal lebih menjamur.

Ia menemukan, rokok ilegal notabenenya lebih murah hingga 70% dibandingkan rokok legal lantaran tidak membayar cukai. "Kami merasa sangat dirugikan dengan peredaran rokok ilegal ini," ujarnya.

Benny sebelumnya menyebut bahwa pemerintah harus menaikkan cukai rokok pada tahun depan. Namun, ia mendorong pemerintah agar kenaikan cukai rokok tahun depan di bawah pertumbuhan ekonomi tahun ini.

"Sebagai jalan tengah kami minta kenaikan cukai tidak lebih dari pertumbuhan ekonomi, itu mungkin masih agak optimal," kata Benny kepada Katadata.co.id, Rabu (12/6).

Benny menilai, pemerintah gagal menekan konsumsi rokok dengan implementasi cukai rokok di dalam negeri. Kenaikan cukai rokok dinilai meningkatkan volume peredaran rokok ilegal di pasar.

Ia pun berpendapat cukai rokok tidak berhasil menekan angka prevalensi perokok selama lima tahun terakhir. Hal tersebut terlihat dari penurunan produksi selama lima tahun terakhir yang tidak diikuti oleh volume konsumsi.

Kementerian Kesehatan mendata, jumlah perokok aktif di dalam negeri mencapai 69,1 juta orang pada 2021. Angka tersebut naik menembus 70 juta orang pada tahun lalu dengan peningkatan signifikan pada kelompok anak dan remaja.

"Artinya, jumlah rokok ilegal di pasar bertambah. Selain itu, dampak bagi penerimaan pemerintah kurang bagus lantaran target cukai rokok tahun lalu saja tidak tercapai," katanya.


Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...