Anggaran Kesehatan Dialokasikan Rp197,8 T di RAPBN 2025, Perbaiki Kualitas RI
Pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 mengalokasikan anggaran kesehatan mencapai Rp 197,8 triliun, naik dibandingkan tahun ini Rp 187,5 triliun. Meski demikian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, Kementerian Kesehatan hanya mendapatkan alokasi Rp 90 triliun dari total anggaran tersebut.
Budi menjelaskan, sisa alokasdialokasikan untuk pemerintah daerah dalam bentuk dana alokasi khusus dalam bentuk fisik maupun non fisik. Budi menyebut, hal ini merupakan salah satu fokus bagi pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk memperbaiki kualitas rumah sakit.
“Jadi kita ada 514 kabupaten dan kota itu 70 diantaranya masih di tipe D. Kami akan tingkatkan menjadi tipe C supaya bisa diisi alat alat yang lebih canggih, dokter lebih canggih, agar dapat melayani penyakit seperti penyakit stroke, jantung, dan cancer,” kata Budi dalam konferensi pers RAPBN 2025 di Jakarta pada Jumat (16/8).
Dia menyebut, peningkatan pelayanan ini akan dilakukan secara bertahap. Selain peningkatan kualitas rumah sakit, menurut dia, pemerintah akan memperbanyak program deteksi dini atau skrining untuk seluruh siklus hidup masyarakat. Budi menyebut, hal ini untuk menjaga masyarakat agar tetap sehat, tidak hanya mengobati orang sakit.
“Ini adalah strategi kesehatan yang lebih murah dan juga menjaga kualitas hidup tetap baik,” kata dia.
Menurut dia, pemerintah saat ini sudah mengalokasikan cukup banyak anggaran untuk cek kesehatan yang akan dilakukan untuk masing-masing rentang umur masyarakat Indonesia, mulai dari bayi hingga lanjut usia.
“Sekarang ada screening jiwa untuk bullying, skrining obesitas untuk anak anak karena banyak gula sejak kecil sehingga diabetes meningkat,” ujarnya.
Sementara itu untuk masyarakat kategori umur dewasa, pemerintah akan melakukan cek kesehatan kardiovaskular atau yang terkait dengan jantung dan pembuluh darah. Ini dialokasikan untuk mencegah angka kematian akibat stroke, cancer dan jantung, yang paling banyak terjadi di masyarakat usia dewasa.
“Lansia juga di-skrining agar dapat diketahui demensia alzheimer. Diharapkan masyarakat bisa dideteksi dini supaya perawatan lebih rendah dan kualitas hidup lebih baik,” ucapnya.
Selain itu, pemerintah juga akan fokus untuk mengurangi angka penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia melalui skrining yang lebih baik. Dia menyebut pihaknya juga melakukan perubahan rezim obat yang baru supaya penanganan TBC bisa lebih singkat.
Budi menyampaikan hal ini sudah mulai dijalankan pada tahun ini. “Kami akan clinical trial vaksin TBC, karena disini vaksinnya kuno sekali. Insya allah tahun ini kami akan mulai, Indonesia jadi level 3 untuk clinical trial vaksin TBC. Kemudian diharapkan 2028 bisa di launch bisa secara drastis menurunkan prevalensi TBC,” kata Budi.