Menteri Basuki: Giant Sea Wall Pantura Berpotensi Jadi Tangki Limbah
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall di pesisir utara Pulau Jawa berpotensi menjadi tangki limbah. Oleh karena itu, Basuki menekankan proyek tersebut harus dibarengi dengan perbaikan sistem sanitasi di wilayah Pantai Utara Jawa atau Pantura.
Basuki menjelaskan, sistem sanitasi di sebagian wilayah Pantura langsung disalurkan ke sungai. Dengan kata lain, limbah tersebut dapat mengalir langsung ke wilayah pantai dan tertahan oleh Giant Sea Wall.
"Kalau sungai-sungai kecil yang jadi tujuan limbah rumah tangga tertahan Giant Sea Wall, wilayah Pantura bisa jadi septic tank jika tidak ada perbaikan sistem sanitasi," kata Basuki di Gedung DPR, Senin (9/9).
Basuki mengatakan konsep dasar, Giant Sea Wall adalah pembangunan kota perkotaan nasional terintegrasi atau NCICD. Setidaknya ada empat urutan dalam NCICD, yakni pengadaan air di atas tanah, penghentian pemanfaatan air bawah tanah, perbaikan sanitasi, dan pembangunan Giant Sea Wall.
Oleh karena itu, menurut dia, tujuan akhir Giant Sea Wall Pantura adalah mengendalikan banjir rob yang kerap melanda Pantura. Banjir rob didorong oleh kenaikan permukaan air laut hingga 1 cm sampai 15 cm per tahun di beberapa lokasi.
Basuki mengaku telah menyelesaikan pengumpulan data kedalaman kontur laut Pantura untuk pembangunan Giant Sea Wall Pantura. Proyek tersebut diperkirakan menelan anggaran hingga Rp 164,1 triliun dari wilayah pesisir DKI Jakarta hingga Semarang.
"Pemerintahan baru harus memutuskan kapan proyek tersebut akan dibangun," ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan, proyek Giant Sea Wall mendesak untuk terealisasi. Ini karena penurunan tanah di Pantura telah mencapai sekitar 1 centimeter (cm) sampai 25 cm per tahun.
Kawasan Pantura menyumbang sekitar 20,7% produk domestik bruto (PDB) nasional dan menampung 70 kawasan industri, lima kawasan ekonomi khusus, 28 kawasan peruntukan industri, dan lima wilayah pusat pertumbuhan industri.
Airlangga mengatakan, estimasi kerugian ekonomi akibat banjir di pesisir Jakarta mencapai Rp 2,1 triliun per tahun. Angka ini dapat meningkat hingga mencapai Rp 10 triliun dalam sepuluh tahun ke depan. "Tentu ini berakibat langsung terhadap kehilangan opportunity cost," katanya.