Mencicipi Kudapan dari Bahan Baku Susu Ikan, Seperti Apa Rasanya?
Bau amis semerbak tercium saat memasuki pabrik bahan baku susu ikan milik PT Berikan Teknologi Indonesia di Teluk Eretan, Indramayu, Jawa Barat. Pabrik ini dapat mengolah 90 ton ikan petek menjadi 30 ton hidrolisat protein ikan atau HPI yang menjadi bahan baku susu ikan.
Ini adalah pabrik pertama pengolahan HPI di Indonesia. HPI tak hanya dapat digunakan untuk membuat susu ikan, tetapi juga produk pangan lainnya.
Saat mengunjungi pabrik tersebut, Katadata.co.id disambut dengan berbagai kudapan yang dibuat dengan kandungan HPI. Ada brownies, kue soes, bolu dan tentunya susu ikan yang digadang-gadang masuk dalam program minum susu gratis.
Tak ada rasa mencolok pada kudapan-kudapan manis tersebut. Hanya saja, teksturnya lebih padat dibandingkan kue-kue sejenis yang biasanya dibuat tanpa HPI.
Susu ikan yang disajikan pun mirip dengan hasil seduhan susu bubuk pada umumnya. Ada dua rasa susu ikan yang saat ini diproduksi yakni cokelat dan stroberi. Saat mencicipi susu cokelat, masih ada rasa serupa ikan yang belum matang secara sempurna.
Kepala Pengembangan dan Penelitian Berikan Teknologi Iwa Sudarmawan menjelaskan hal tersebut masih terjadi lantaran perisa coklat yang digunakan pada Surikan alami, sedangkan perisa stroberi merupakan buatan. Ini membuat bau amis yang menjadi karakteristik utama HPI tidak bisa hilang sepenuhnya pada surikan rasa cokelat walau telah ditambah gula.
HPI yang dibuat Berikan Teknologi berasal dari ikan petek yang umumnya dijual nelayan yang berdiam di sepanjang Teluk Eretan.
CEO Berikan Teknologi Yogi Aribawa Krisna mengatakan, pihaknya menyerap ikan petek dari nelayan di sepanjang pesisir Indramayu hingga Subang. Ikan petek yang tadinya dibuang atau dijadikan ikan asin setelah ditangkap kini dihargai hingga Rp 10.000 per kilogram dalam kondisi segar untuk dijadikan HPI.
Yogi mencatat dapat menyerap 90 ton ikan petek untuk menghasilkan 30 ton HPI setiap bulan. Sebanyak 60% dari total volume HPI digunakan untuk kebutuhan Surikan yang diproduksi di Bekasi.
HPI yang diproduksi di Indramayu saat ini diserap oleh empat jenis industri, yakni pakan, pupuk, farmasi, dan pangan. Yogi tidak menjelaskan kontribusi industri lain dalam penyerapan volume HPI. Namun. HPI yang diserap oleh industri farmasi memiliki nilai tertinggi.
Ia menjelaskan, pada HPI untuk industri pangan, pekerja Berikan Teknologi harus membuang semua organ ikan petek sebelum dicacah menggunakan mesin. Bentuk ikan berubah menjadi seperti bubur kertas setelah dicacah oleh mesin.
Proses selanjutnya adalah memindahkan bubur ikan tersebut ke mesin hidrolisis. Proses tersebut akan memotong rantai molekul protein ikan petek dan mengubahnya menjadi asam amino. Bubur ikan yang tadinya berwarna abu-abu berubah menjadi cairan berwarna kuning dalam hitungan detik.
Tahap terakhir dalam pembuatan HPI adalah mengalirkan asam amino tersebut ke spray dryer yang akhirnya mengubah bentuk asam amino tersebut menjadi bubuk HPI.
Yogi mengaku harus merogoh kocek sekitar Rp 15 miliar untuk membangun seluruh fasilitas tersebut. Menurutnya, biaya operasi HPI berbeda-beda sesuai dengan jenis industri yang membutuhkan.
Pada pembuatan susu ikan, bubuk HPI dikirimkan ke pabrik Surikan di Bekasi untuk dicampurkan dengan perisa, gula, dan bahan lainnya sambil dipanaskan sebelum akhirnya dikemas.
Yogi mengklaim dapat memproduksi 80 ton susu ikan dalam bentuk cair per bulan jika seluruh produksi HPI dijadikan susu ikan. Angka tersebut setara dengan 3,5 juta botol berukuran 215 mililiter.
Ia mengatakan, potensi pembangunan pabrik HPI di dalam negeri cukup besar negeri mengingat panjang pesisir nasional mencapai 81.290 kilometer. Pada saat yang sama, kebutuhan protein di dalam negeri masih cukup tinggi.
Oleh karena itu, Yogi mencatat imbal investasi atau IRR pabrik pengolahan Hidrolisat Protein Ikan mencapai 130% per tahun. Alhasil, Yogi mengaku bersemangat dalam mensosialisasikan pembangunan pabrik HPI di dalam negeri.
"Faktor paling menarik yang saya lihat dari investasi ini adalah periode pengembalian modalnya atau hanya 1,5 tahun," kata Yogi di PT Berikan Bahari Indonesia, Indramayu, Rabu (18/9).
Berikan Teknologi merupakan perusahan HPI pertama di dalam negeri. Berikan Teknologi baru membangun fasilitas produksinya pada 2022 setelah melakukan penelitian terkait HPI sejak 2017.
Yogi menjelaskan, pabrik HPI merupakan bentuk dari ekonomi sirkular. Ini karena bahan baku pembuatan HPI umumnya menggunakan ikan yang tidak bernilai di mata nelayan. Berikan Teknologi menggunakan ikan petek yang disediakan nelayan di sepanjang pesisir Indramayu hingga Subang.
Yogi berharap setidaknya dapat memenuhi kebutuhan susu pada anak di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Langkah tersebut bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada impor susu sapi segar.
Badan Pusat Statistik mendata produksi susu segar mencapai 968.980 ton pada 2020. Pada tahun yang sama, total kebutuhan susu segar nasional sejumlah 4,4 juta ton. Dengan kata lain, total volume impor susu sapi lebih dari 3 juta ton per tahun.
Yogi menilai kapasitas produksi saat ini dapat memenuhi kebutuhan susu untuk 165.000 orang. Adapun total siswa di Kabupaten Indramayu pada Semester Ganjil 2024/2025 sejumlah 355.510 orang. Dengan demikian, produksi Berikan Teknologi dapat melayani lebih dari 46% total siswa di Kota Mangga.
Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP sebelumnya menyatakan sedang membuat Standar Nasional Indonesia untuk produk Hidrolisat Protein Ikan atau HPI. Direktur Bina Mutu dan Diversifikasi Produk Kelautan KKP Widya Rusyanto menyampaikan penerbitan SNI HPI dilakukan bersama Perikan.
"Kami berharap akhir tahun ini sudah ada SNI untuk HPI. Saat ini perkembangan penerbitan SNI HPI masih berproses untuk mencapai konsensus," kata Widya di Indramayu, Rabu (18/9).