13 Mobil Listrik Dapat Insentif Impor, Baru Dua Merek Realisasikan Investasi
Menteri Investasi Rosan P Roeslani menyebut baru ada dua pabrikan yang merealisaikan investasi baru usai diluncurkannya kebijakan insentif pembebasan bea masuk mobil listrik berbasis baterai atau BEV. Total terdapat 13 merek mobil listrik yang memanfaatkan kebijakan insentif tersebut.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo mendata, ada 27.737 unit BEV yang terjual pada Januari-September 2024. Ada 17 merk BEV yang telah dijual di dalam negeri hingga September 2024, tetapi hanya empat merk BEV yang telah memproduksi seluruh produknya di dalam negeri. Adapun 13 merek mobil listrik diimpor secara utuh dengan menggunakan insentif impor BEV secara utuh.
"Sejauh ini baru ada dua merek BEV yang merealisasikan investasi di dalam negeri. Merek lainnya baru sebatas rencana investasi," kata Rosan di kantornya, Selasa (15/10).
Rosan mencatat, kedua merek BEV tersebut adalah BYD dan Citroen. BYD akan diproduksi oleh PT BYD Motor Indonesia, sedangkan Citroen diproduksi oleh anak usaha Indomobil Group, yakni PT National Assemblers.
Investasi BYD untuk membangun pabrik mencapai US$ 1,3 miliar dengan kapasitas produksi 150.000 unit per tahun. Sementara itu, Citroen menanamkan dan segar hingga Rp 381 miliar agar National Assemblers dapat merakit produknya.
Berdasarkan data Gaikindo, baru ada empat merek BEV yang seluruh produknya diproduksi di dalam negeri, yakni Cherry, Seres, Neta, dan Wuling. Seperti diketahui, Hyundai dan Morris Garage telah memproduksi sebagian BEV di dalam negeri, namun kedua merek BEV tersebut masih mengimpor CBU dari Korea Selatan, Cina, dan Thailand.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto sebelumnya mengingatkan setiap produsen mobil listrik yang menikmati insentif impor mobil utuh masih dibayangi sanksi denda, termasuk PT BYD Motor Indonesia. BYD telah menjual 6.461 mobil sejak beroperasi di Indonesia pada Juni 2024 hingga Agustus 2024.
"BYD harus berkomitmen bikin pabrik di Indonesia dan mulai beroperasi pada 2025, imbal baliknya mereka diizinkan impor CBU dengan tarif tertentu. Namun, BYD harus bisa menjual minimal dengan volume yang sama dengan volume impor," kata Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto di Indonesia Future Policy Dialogue Katadata, Rabu (9/10).
Seto menjelaskan, fasilitas impor CBU kendaraan listrik tersebut diizinkan hingga akhir 2025. Setelah itu, pengguna fasilitas harus menjual kendaraan listrik dengan jumlah yang sama dari hasil investasinya di dalam negeri. Jika penjualan mobil listrik di dalam negeri dari hasil investasi tidak sama dengan jumlah impor CBU pada 2027, pengguna fasilitas impor CBU akan dikenakan sanksi.
Ia mencontohkan, produsen A mengimpor 50.000 unit mobil listrik hingga 2025, tapi hanya dapat menjual 40.000 unit mobil listrik hingga 2027 dari hasil investasinya. Alhasil, produsen A harus membayar tarif impor CBU setara dengan 10.000 unit mobil listrik.
"Jadi kekhawatiran kerugian negara akibat dominasi pasar mobil listrik oleh BYD akibat impor seharusnya tidak terjadi. Sebab, ada denda dan penalti di ujung masa fasilitas impor yang harus dipertimbangkan," katanya.