Penetapan UMP 2025, Buruh Pertanyakan Data BPS
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI tidak mempercayai data Badan Pusat Statistik yang akan dijadikan dasar penghitungan upah minimum provinsi atau UMP 2025. Data BPS dinilai memberikan rekomendasi yang bertolak belakang atau ambivalen dengan.
Presiden KSPI Said Iqbal mencatat, pada 2023 BPS merekomendasikan agar pendapatan buruh di DKI Jakarta senilai Rp 7 juta per orang. Angka ini mengancu pada survei biaya hidup 2022 yang menunjukkan biaya hidup per keluarga di Ibu Kota mencapai Rp 14,88 juta per bulan.
"Tapi upah minimum di Jakarta hanya dinaikkan sekitar Rp 100.000 per bulan tahun ini, ambivalen kan? Ini akal-akalan BPS, pokoknya kami akan lawan," kata Said di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (24/10).
Kementerian Ketenagakerjaan sedang menunggu 22 data ekonomi yang akan dikirimkan BPS pada 6 November 2024 untuk penetapan UMP 2025. Salah satu data ekonomi tersebut adalah pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang terjadi di setiap wilayah.
Said menilai jadwal tersebut telah melanggar Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. Aturan ini menetapkan UMP harus diputuskan gubernur selambatnya 60 hari sebelum penetapan.
Seharusnya, berdasarkan PP itu, acuan UMP sudah harus ditetapkan pemerintah pusat selambatnya pekan depan, 1 November 2024. "Kami berharap Presiden Prabowo Subianto tidak menjilat ludahnya sendiri dengan mendukung ekonomi Pancasila, bukan ekonomi neoliberal," katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri berencana menyesuaikan data dari BPS dengan usulan dari pengusaha dan buruh.
Berdasarkan PP Nomor 51 Tahun 2023, rumus penetapan upah adalah inflasi yang ditambah dari hasil pengalian antara pertumbuhan ekonomi dan alfa. Rentang alfa yang tercantum dalam aturan ini adalah 0,1 sampai 0,3.
Para pengusaha merekomendasikan agar alfa untuk UMP 2025 sesuai dengan PP tersebut. Sedangkan para buruh mendorong agar alfanya pada rentang 0,3 sampai 1,0.
Pemerintah, Indah mengatakan, harus melihat data perekonomian selama 10 bulan pertama 2024 sebelum menentukan alfa tersebut. "Kami menunggu data-data ekonomi makro terbaru sampai awal November 2024, terutama data pertumbuhan ekonomi dan inflasi di seluruh wilayah Indonesia," katanya.