60 Ribu Orang Kena PHK Tahun Ini, MK Perketat Aturan Pemecatan di UU Cipta Kerja
Mahkamah Konstitusi atau MK memperketat aturan Pemutusan Hubungan Kerja alias PHK yang diatur dalam Undang-Undang atau UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU.
MK mengabulkan sebagian permohonan buruh dalam uji materi terkait UU Cipta Kerja. MK memutuskan untuk mengabulkan 21 gugatan buruh terkait UU Cipta Kerja, yang antara lain mengatur tenaga kerja asing, perjanjian kerja waktu tertentu atau PKWT, alih daya, waktu kerja, PHK hingga uang pesangon.
Berikut putusan MK terkait PHK dalam UU Cipta Kerja:
- Menyatakan frasa ‘wajib dilakukan perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh’ dalam Pasal 151 ayat 3 dalam Pasal 81 angka 40 UU 6 tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945.
Frasa tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai sebagai ‘kewajiban untuk melaksanakan perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat’.
- Menyatakan frasa ‘PHK dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial’ pada Pasal 151 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945.
Frasa tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan, maka PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap’.
- Menyatakan frasa ‘dilakukan sampai dengan selesainya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai tingkatannya’ dalam norma Pasal 157A ayat (3) dalam Pasal 81 angka 49 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023, bertentangan dengan UUD 1945.
Frasa tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘sampai berakhirnya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan ketentuan dalam UU PPHI atau Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial’.
Pertimbangan hukum tersebut dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. MK menilai adanya kemungkinan perhimpitan norma antara UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja. Ini terutama terkait norma dalam UU Ketenagakerjaan yang diubah, baik berupa pasal dan ayat, yang sulit dipahami awam atau buruh.
MK juga meminta pemerintah dan DPR segera membuat UU ketenagakerjaan yang baru dan memisahkannya dari UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Hampir 60 Ribu Orang Di-PHK
Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemenaker mencatat 59.796 orang terkena dampak PHK sejak awal tahun ini hingga Oktober. PHK paling banyak terjadi di DKI Jakarta, bergeser dibandingkan bulan-bulan sebelumnya yakni di Jawa tengah.
"Kami belum mengkaji pergeseran pusat PHK ini karena fenomena ini baru terdeteksi dua hari terakhir. Kami Masih berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan DKI Jakarta," ujar Indah di Gedung DPR, Rabu (30/10).
Jumlah pekerja yang di-PHK bertambah 6.800 dibandingkan akhir bulan lalu yang mencapai 52.993 orang.
Rincian daerah dengan jumlah PHK terbanyak di antaranya:
- DKI Jakarta: 14.501 orang, naik 94% dibandingkan bulan lalu
- Jawa Tengah: 11.252 orang, turun 23,8%
- Banten: 10.524 orang, meningkat 15,47%
Indah menjelaskan empat penyebab tingginya angka PHK, yakni:
- Banjirnya barang impor di pasar lokal
- Efisiensi bisnis
- Dampak perkembangan digital dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI)
- Memburuknya situasi dan kondisi konflik geopolitik global
Indah menyampaikan bahwa para pekerja harus menerima alasan PHK agar tidak menjadi keputusan sepihak. Selain itu, hak-hak pekerja harus diselesaikan sesuai dengan kesepakatan pekerja dan manajemen.
"Kami telah ingatkan untuk mengutamakan dialog antara manajemen dan pekerja jika ada potensi PHK," kata dia.