Prabowo Bawa Pulang Komitmen Investasi Rp156 T dari Cina, Realisasi Mulai 2025
Kementerian Investasi menargetkan komitmen investasi hasil kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Cina akan direalisasikan mulai tahun depan hingga 2029. Komitmen investasi antara lain mencakup pengembangan kawasan industri yang berada di luar Pulau Jawa, seperti Sulawesi Tenggara dan Kepulauan Riau.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kemenves Edy Junaedi mencatat, kawasan industri di Sulawesi Tenggara akan fokus melakukan hilirisasi pada kobalt dan mika. Sementara itu, Edy belum menjelaskan lebih jauh terkait investasi di Batam, Kepulauan Riau.
"Kesepakatan di Cina kemarin adalah proyek investasi yang sudah kami prioritaskan terealisasi pada 2025 sampai 2029. Menteri Investasi Rosan P Roeslani mendorong agar investasi tersebut terealisasi dalam waktu secepat-cepatnya," kata Edy dalam dialog Executive Meeting di Jakarta, Senin (18/11).
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara perusahaan Indonesia dan Cina dengan total nilai US$10,07 miliar atau Rp 156,5 triliun pekan lalu, Minggu (10/11). Komitmen kerja sama itu untuk investasi di bidang manufaktur canggih, energi terbarukan, kesehatan, hilirisasi, ketahanan pangan, dan keuangan.
Prabowo menilai partisipasi pengusaha Cina di Asia menjadi elemen penting dalam kerja sama antara Indonesia dan Cina. Investasi tersebut dilakukan oleh 20 perusahaan dari dalam negeri dan Negeri Panda.
"Saya telah mengadakan pertemuan baik dengan presiden dan perdana menteri di mana kita akan melanjutkan kolaborasi ini," kata Prabowo.
Ia menilai kolaborasi erat antara Indonesia dan Cina akan menjadi faktor untuk menstabilkan dan meningkatkan kerja sama regional. Ia menyebutkan di era modern ini, kerja sama adalah jalan menuju perdamaian. Indonesia memiliki kebijakan politik luar negeri yang tidak memihak dan menghormati semua kekuatan besar di dunia.
Cina menjadikan Indonesia sebagai negara prioritas untuk bekerja sama, termasuk dalam transisi energi. Kerja sama dengan Cina bisa membantu Indonesia untuk mengejar target net zero emission (NZE) di 2060.
Fungsional Diplomat Ahli Madya, Kementerian Luar Negeri, Dino R. Kusnadi, mengatakan mitigasi krisis iklim memerlukan kemitraan internasional yang mampu mempercepat proses transisi energi. Sebagai negara yang menganut asas bebas aktif dalam kerja sama internasional, Indonesia mempunyai keleluasaan untuk memilih mitra selama memberikan nilai tambah secara teknologi, infrastruktur, hingga perekonomian
“Cina dan Indonesia mempunyai kerja sama yang saling melengkapi. Indonesia merupakan mitra prioritas China. Selama memberikan nilai tambah, kerja sama dapat terus berlangsung. Di sisi lain, Indonesia perlu meningkatkan kapasitasnya agar tidak ketinggalan dengan Tiongkok,” kata Dino di Jakarta, Rabu (25/9).
Sejalan dengan meningkatnya kerjasama Indonesia-Tiongkok, jumlah investasi Tiongkok ke Indonesia di sektor energi dari 2006 hingga 2022 mencapai US$ 8,9 juta atau sekitar Rp 93 triliun. Porsi investasi di sektor energi dari Tiongkok dialokasikan 86 persen untuk energi fosil, dan 14 persen untuk energi terbarukan.
Dia mengatakan, Kajian IESR menemukan Indonesia dapat mempercepat pencapaian nol emisi karbon pada 2050 dengan dekarbonisasi sektor energi. Indonesia dapat lebih memperkuat kerja sama dengan Tiongkok, misalnya dalam kerangka BRI, untuk mengeksplorasi mekanisme inovatif dan struktur pembiayaan untuk meningkatkan proyek energi terbarukan.
Arief menambahkan, kajian IESR menemukan bahwa Indonesia memerlukan investasi sebesar US$ 1,3 triliun untuk mencapai nol emisi karbon pada 2050, yang akan dialokasikan ke berbagai teknologi energi terbarukan. Dukungan investasi yang signifikan ini mensyaratkan kolaborasi internasional yang kuat, termasuk dengan Tiongkok.