Ekspor Ditargetkan Tembus US$ 400 M pada 2029 untuk Kejar Pertumbuhan Ekonomi 8%
Kementerian Perdagangan menargetkan ekspor mencapai US$ 405,69 miliar agar dapat mengejar pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029.
"Pertumbuhan ekonomi harus bisa mencapai 8%. Dengan demikian pertumbuhan ekspor dalam lima tahun ke depan harus naik 7,1% pada 2025 dan terus naik menjadi 9,64% pada 2029," kata Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Fajarini Puntodewi di Jakarta Pusat, Selasa (19/11)
Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi tahun depan ditargetkan mencapai 5,79%, lalu mencapai 6% pada 2027 dan 7% pada 2028. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pada 2025-2028 mencapai 6,16% per tahun.
Puntodewi mencatat, pertumbuhan nilai ekspor pada Januari-Oktober 2024 naik 1,33% secara tahunan menjadi US$ 217,24 miliar. Ia menjelaskan, nilai ekspor pada tahun depan harus mencapai US$ 294,45 miliar agar perekonomian nasional tumbuh 5,06%.
"Pertumbuhan nilai ekspor ini harus digenjot sekuat tenaga," katanya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal mengatakan proyeksi Puntodewi sejalan dengan diskusi rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Namun, Faisal menyampaikan ada skenario lain yang membuat pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 8% pada 2028.
Menurutnya, pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 8% akan ditentukan oleh program-program prioritas yang akan dijalankan pemerintah tahun depan. Faisal menekankan pemerintah butuh inovasi pada tahun depan agar target tersebut tercapai pada 2028 atau 2029.
"Sebab, kalau membaca arah berbagai kebijakan pemerintah pada 2025, pertumbuhan ekonomi sebesar 5% saja akan susah tercapai kalau tidak ada perubahan," kata Faisal.
Faisal mengatakan kunci pertumbuhan ekonomi nasional masih bertumpu pada konsumsi rumah tangga yang mencapai 56%. Oleh karena itu, perbaikan daya beli konsumen kelas menengah menjadi kunci pada tahun depan.
Ia menghitung kelas menengah mendominasi konsumsi rumah tangga hingga 84%. Dengan kata lain, kontribusi konsumsi oleh kelas menengah pada perekonomian nasional mencapai sekitar 47%.
"Terus terang, saya belum melihat langkah nyata bahwa harapan pertumbuhan 8% ada, karena kuncinya membalikkan pelemahan daya beli kelas menengah saat ini," ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan, jumlah kelas menengah Indonesia saat ini menyusut menjadi 17,13% atau sekitar 46,25 juta penduduk. Padahal Airlangga menyebut kelas menengah adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi negara.
Jika melihat data Susenas Badan Pusat Statistik (BPS), porsi kelas menengah Indonesia mencapai puncaknya pada 2018 di 23%. Pada 2019 jumlah kelas menengah Indonesia mencapai 57,33 juta orang, setara 21,45% dari total penduduk.
Populasi kelas menengah konsisten susut setelah itu hingga saat ini. BPS mendefinisikan kelas menengah sebagai kelompok masyarakat dengan pengeluaran antara 3,5 sampai 17 kali lipat dari garis kemiskinan nasional.