Kadin Minta Aturan TKDN Dikaji Ulang: Berlaku 10 Tahun, Industri Tak Berkembang

Ringkasan
- Anggota DPR, Rieke Diah Pitaloka, meminta pembatalan wacana kenaikan PPN menjadi 12% karena kondisi fiskal dan moneter sedang tidak baik.
- Menurut Pasal 7 UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, PPN dapat diubah paling tinggi 15% atau paling rendah 5%, tergantung perkembangan ekonomi dan kebutuhan pokok.
- Rieke merekomendasikan pemerintah menunda atau membatalkan kenaikan PPN dan menerapkan sistem penilaian mandiri untuk mengatasi persoalan fiskal dan mencari sumber anggaran alternatif tanpa membebani rakyat.

Kamar Dagang Industri atau Kadin menilai, aturan tingkat kandungan dalam negeri atau TKDN tidak memberikan hasil sesuai harapan. Ketua Komite tetap Strategi dan Promosi Investasi Kadin Shaanti Shamdasani menilai, industri dalam negeri tak juga berkembang meski aturan TKDN sudah berlaku selama satu dekade.
"Sudah 10 tahun TKDN berjalan, tetapi industri dalam negeri yang memproduksi. barang lokal tidak bermunculan. Bagaimana memenuhi aturannya jika industri tidak berkembang? Mau tidak mau harus impor," ujar Shaanti dalam diskusi Strategi Pangkas Birokrasi Perizinan yang diselenggarakan Kementerian Investasi dan Katadata.co.id, Kamis (19/12).
Ia menjelaskan, industri masih kesulitan untuk memenuhi komponen dari dalam negeri. Namun di sisi lain, industri tidak bisa memperoleh izin edar jika banyak komponen yang masih menggunakan impor.
"Ini regulasi sudah berjalan beberapa tahun, hanya bisa membwa damoak negatif tapi tidak positif, justru menghalangi invetsasi masuk. Apakah bukan waktunya mengkaji ulang?" ujar Shaanti.
Selain aturan TKDN, menurut dia, terdapat sejumlah aturan lain yang juga masih menjadi hambatan investasi. Ia mencontohkan, aturan pengujian obat yang perlu dilakukan di Indonesia.
"Di Indonesia, produk inovasi susah masuk karena harus dijui di Indonesia. Misalnya obat, sudah melalui proses di negara lain, tetapi perlu di uji lagi di Indonesia," kata dia.
Shaanti menilai, pemerintah perlu mengikuti langkah Jepang yang memperbolehkan produk masuk setelah melalui pengujian di 4 negara yang dinilai cukup bonafit tanpa perlu pengujian ulang di negaranya.
Aturan TKDN pertama kali diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 2014 tentang Tingkat Kandungan Dalam Negeri. Aturan ini kemudian beberapa kali diubah yakni pada 2018 dan 2021. PP tersebut mengatur bahwa dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, produk yang digunakan harus memenuhi tingkat kandungan dalam negeri minimal yang ditentukan, tergantung pada jenis barang atau jasa yang dimaksud.
Pada beberapa sektor, TKDN harus mencapai angka minimal 40-50%, tetapi bisa lebih tinggi untuk produk yang lebih kompleks dan memiliki nilai tambah tinggi.