Pemerintah Bentuk 40 SMA Unggulan yang Lulusannya Bisa Masuk Harvard dan Oxford
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro berencana membentuk 40 SMA Unggulan mulai tahun depan. Program tersebut akan tertuang dalam Instruksi Presiden dan Peraturan Presiden yang diterbitkan pada 2025.
Satryo menjelaskan, 40 SMA Unggulan tersebut terdiri dari 20 SMA Unggulan yang baru dibangun dan 20 SMA eksisting yang statusnya ditingkatkan hingga 2029.
"SMA Unggulan masuk dalam kategori pra universitas, karena semua lulusannya akan diarahkan untuk masuk perguruan tinggi yang mempunyai reputasi sangat tinggi, seperti Harvard dan Oxford," kata Satryo di Kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Senin (30/12).
Karena itu, Satryo berencana memberikan setiap lulusan SMA Unggulan atau SMA Garuda kesempatan mendapatkan beasiswa yang diterbitkan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Namun Satryo menekankan lulusan SMA Garuda juga dapat memanfaatkan beasiswa yang berasal dari sektor swasta.
Menurutnya, SMA Garuda akan memiliki dua kurikulum, yakni kurikulum nasional dan kurikulum internasional. Alhasil, guru yang bertugas di SMA Garuda akan disiapkan dengan baik.
Perbedaan lain antara SMA Garuda dan SMA pada umumnya adalah setiap siswa SMA Garuda akan tinggal di asrama. Adapun asrama tersebut akan dibangun oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi , Sains, dan Teknologi.
Satryo menyampaikan, setiap provinsi akan memiliki setidaknya satu SMA Unggulan atau SMA Garuda. Namun Satryo tidak menjelaskan anggaran maupun lokasi pasti program SMA Garuda.
Satryo berpendapat SMA Garuda merupakan upaya terbaik pemerintah kepada siswa yang sangat pintar untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai. Menurutnya, hal tersebut penting untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia nasional yang cukup baik pada masa depan.
"Siswa SMA Garuda akan dilatih untuk bisa masuk ke perguruan tinggi kelas dunia ke depannya. Jadi, semua fasilitas SMA Garuda betul-betul dipilih dan disiapkan, termasuk gurunya," katanya.
Badan Pusat Statistik mendata 9,9 juta atau nyaris 10 juta anak muda usia 15-24 tahun di Indonesia masih menganggur. BPS mendefinisikan generasi Z yang masuk dalam kelompok tersebut sebagai penduduk usia muda yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak menjalani pelatihan atau NEET.
Jumlah pengangguran muda ini mencapai 22,25% dari total penduduk usia muda di Indonesia, di mana mayoritas merupakan perempuan yang mencapai 5,73 juta orang, atau setara 26,54% dari total generasi muda perempuan. Sementara laki-laki mencapai 4,17% juta orang (18,21%).
Jika dilihat kelompok umurnya, generasi muda NEET paling banyak di rentang usia 20-24 tahun mencapai 6,46 juta dan usia 15-19 tahun sebanyak 3,44 juta orang. Pengangguran muda ini paling banyak lulusan sekolah menengah atas (SMA) dengan jumlah 3,57 juta orang.