Fakta-fakta Kasus Pemagaran Laut Tangerang, Panjangnya 30 Km dan Tidak Berizin
Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong penyelesaian masalah pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, Banten. Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Kusdiantoro menyebut aksi tersebut mengindikasikan upaya mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar.
Pelakunya dapat memanfaatkan kawasan itu, menutup akses ke publik, privatisasi, dan merusak keanekaragaman hayati, dan perubahan fungsi ruang laut. "Kami berharap diskusi ini dapat melahirkan solusi," ujarnya dalam Diskusi Publik Permasalahan Pemagaran Laut Tangerang Banten di Kantor KKP, Jakarta, Selasa (7/1).
Diskusi permasalahan pemagaran laut di Tangerang melibatkan berbagai pihak mulai jajaran KKP, Ombudsman RI, Kementerian ATR/BPN, Kantor Tanah Tangerang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, DKP Tangerang, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), camat hingga kepala desa setempat serta pihak-pihak terkait lainnya.
Berikut fakta-fakta kasus pemagaran di pesisir Tangerang:
1. Struktur Pagar Terbuat dari Bambu
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan, dari hasil investigasinya terjadi pemagaran yang terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang. Panjang pemagaran ini mencapai 30,16 km.
Struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan pemberat berupa karung berisi pasir. "Kemudian di dalam area pagar laut itu sudah juga dibuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri," katanya.
2. Panjang Pagar Meliputi 16 Kecamatan
Panjang 30,16 km itu meliputi 16 kecamatan dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.
3. Pagar Berada di Kawasan Pemanfaatan Umum
Pagar laut sepanjang 30,16 km itu berada di kawasan pemanfaatan umum yang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2023 meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.
"Di sepanjang kawasan ini, 6 kecamatan dengan 16 desa ini, ada sekelompok nelayan, masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan. Ada 3.888 nelayan, kemudian ada 502 pembudi daya," ujar Eli.
4. Temuan Pagar di Laut Tangerang Sejak Agustus 2024
Eli mengatakan pertama kali mendapatkan informasi soal pemagaran di Laut Tangerang pada 14 Agustus 2024. Pihaknya langsung menindaklanjuti dengan turun ke lapangan pada 19 Agustus 2024. Dari kunjungan ke lapangan ada aktivitas pemagaran laut saat itu masih di sepanjang kurang lebih 7 km.
"Kemudian setelah itu tanggal 4-5 September 2024, kami bersama dengan Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan juga tim gabungan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan), kami kembali datang ke lokasi bertemu dan berdiskusi," lanjutnya.
Pada 5 September 2024, pihaknya membagi dua tim. Pertama langsung terjun ke lokasi, sedangkan satu tim lainnya berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa di daerah itu.
Selanjutnya, pada 18 September 2024, pihaknya kembali melakukan patroli dengan melibatkan dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Saat itu, DKP Banten meminta aktivitas pemagaran dihentikan.
"Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PUPR Satpol-PP, Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana, dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km. Terakhir malah sudah 30 km," kata Eli.
5. Pemagaran di Laut Tangerang Tanpa Izin
Pemda Banten menyebut tidak ada rekomendasi atau izin dari camat maupun dari desa terkait pemagaran laut di daerah itu. Eli mengatakan akan terus melibatkan berbagai pihak untuk menangani permasalahan tersebut.
Di tempat yang sama, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Rasman Manafii menegaskan bahwa apabila ada penggunaan ruang laut di atas 30 hari maka wajib membutuhkan sejumlah izin, seperti izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
"Aktivitas di ruang laut yang aturannya itu harus ada KKPRL kalau di atas kegiatan 30 hari," kata Rasman.
6. Nelayan Tidak Bisa Melaut
Melansir YouTube Ombudsman RI yang tayang pada 8 Desember 2024, beberapa nelayan mengeluhkan keberadaan pagar di Laut Tangerang. Mereka menjadi kini tidak bisa melaut karena areanya telah tertutup pagar bambu.