Menteri Amran Ungkap Anomali Kenaikan Harga Beras Saat Stok Melimpah


Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyoroti adanya anomali dalam pergerakan harga beras medium. Meskipun stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) mencapai 2 juta ton dan produksi beras meningkat 52% secara tahunan pada kuartal pertama 2025, harga beras medium tetap mengalami kenaikan.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata nasional harga beras medium mencapai Rp 13.612 per kilogram. Angka ini lebih tinggi hampir 9% dibandingkan harga eceran tertinggi (HET) nasional yang ditetapkan sebesar Rp 12.500 per kg.
"Stok beras di gudang Bulog ada 2 juta ton, produksi naik 52% secara tahunan pada kuartal pertama tahun ini, tapi harga beras medium naik hingga 5%. Ini anomali," ujar Amran saat kunjungan di Gerai Pos Fatmawati, Senin (24/2).
Data Bapanas menunjukkan bahwa 19 dari 38 provinsi mengalami kenaikan harga beras medium lebih dari 5% dibandingkan HET di wilayah masing-masing. Harga tertinggi tercatat di Papua Barat, dengan selisih hampir 21% dari HET, mencapai Rp 16.333 per kg.
Sementara itu, hanya empat provinsi yaitu Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Banten, dan Jambi yang memiliki harga beras medium lebih rendah dari HET, dengan harga terendah di Sumatra Selatan sebesar Rp 12.292 per kg.
Amran menilai bahwa kondisi ini seharusnya tidak terjadi karena stok CBP telah mencapai 2 juta ton. Jika stok CBP hanya 1 juta ton, mungkin kondisi ini bisa terjadi.
Ia juga menyoroti peran middleman dalam kenaikan harga beras. "Saat ini terjadi anomali harga beras akibat andil middleman. Saya meminta kepada para pengusaha untuk tidak menaikkan harga beras di pasar," ujarnya.
Di sisi lain, Amran mengungkapkan bahwa produksi beras pada kuartal pertama 2025 mencapai 8,67 juta ton, meningkat hampir 3 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa secara keseluruhan, produksi tahun ini masih mengalami defisit 6,97% atau lebih rendah 650.000 ton dibandingkan capaian 2023. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi iklim yang diprediksi serupa dengan 2023, yakni La Niña lemah.
Potensi Banjir
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan adanya peningkatan curah hujan hingga 40% akibat La Niña lemah hingga April 2025.
Berdasarkan analisis dinamika atmosfer dan lautan, sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan mengalami curah hujan tahunan dalam kategori normal, berkisar antara 1.000 hingga 5.000 mm per tahun.
Sebanyak 67% wilayah Indonesia, termasuk sebagian besar Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, diprediksi menerima curah hujan tinggi, lebih dari 2.500 mm per tahun.
Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Sutarto Alimoeso mengatakan bahwa tingginya curah hujan dapat menghambat proses pengeringan gabah setelah panen, yang berpotensi mengurangi produksi beras pada kuartal pertama tahun ini.
Meski demikian, ia memperkirakan pengurangan volume produksi akibat banjir tidak akan signifikan, maksimal hanya 3% dari total produksi.
"Artinya, hasil produksi beras pada Januari-Maret 2025 tetap akan ada kelebihan lebih dari 1 juta ton," kata Sutarto.