Cerita Nasrul Memberdayakan Petani Kopi Melalui Catalyst Changemakers Ecosystem

Dini Hariyanti
Oleh Dini Hariyanti - Tim Publikasi Katadata
25 Februari 2025, 07:28
kopi
GoTo

Ringkasan

  • Malang merupakan daerah pertama penanaman kopi robusta di Indonesia, namun belum optimal dalam memanfaatkan sejarahnya.
  • Perubahan iklim dan polusi mengancam produksi kopi Indonesia, menyebabkan penurunan pendapatan petani dan regenerasi yang rendah.
  • Nasrullah Aziz mendirikan Agroniaga Indonesia, membantu petani memanfaatkan limbah kopi untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya operasional.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Siapa sangka, Malang yang dikenal sebagai Kota Apel ternyata merupakan daerah pertama yang digunakan untuk menanam bibit robusta asal Belgia pada awal 1900-an, yang membuat Malang juga dikenal sebagai "ibu” bagi kopi robusta di Tanah Air. Sejarah yang seharusnya bisa dimanfaatkan dan dijadikan ikon daerah, sayangnya belum dimanfaatkan secara optimal. 

Mirisnya, menurut penelitian dari International Center for Tropical Agriculture dan paparan dari Anomali Coffee pada TEDx Jakarta 2023, tanaman kopi diprediksi akan punah pada 2050 akibat perubahan iklim dan polusi yang berpotensi mengancam pertumbuhan tanaman kopi.

Itu tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa produksi kopi Indonesia mengalami penurunan, dari 774,96 ribu ton pada 2022 menjadi 758,73 ribu ton pada 2023. Hal ini juga berbanding lurus pada rendahnya pendapatan bersih para petani skala kecil yaitu hanya sebesar Rp5.234.019 per tahun, yang juga menyebabkan regenerasi petani kopi yang rendah. 

Menyadari ancaman terhadap produksi kopi di Indonesia, Nasrullah Aziz, pemuda berusia 29 tahun asal Singosari, Kabupaten Malang, meramu solusi untuk membantu menyelesaikan berbagai permasalahan petani kopi lokal di daerahnya dengan mengoptimalkan agribisnis kopi.

“Para petani tidak memiliki pengetahuan mengenai cara meningkatkan produksi, sehingga penghasilan mereka juga sangat rendah, tidak sampai Rp1 juta per bulan. Sebesar 40 persen dari buah kopi yang dipanen adalah limbah dan banyak orang mengira limbah kopi hanyalah sampah tidak berguna,” ujar Nasrul dikutip dari keterengan resmi, Selasa (25/2).

Berbekal latar belakang pendidikan di bidang pertanian, Nasrul mendirikan Agroniaga Indonesia, sebuah organisasi yang menggabungkan inovasi dan kewirausahaan sosial untuk membantu petani memanfaatkan limbah pertanian. Sebagai pendiri dan Chief Marketing Officer (CMO), Nasrul berusaha membantu para petani agar mampu melihat peluang ekonomi baru dengan memanfaatkan limbah kopi. 

Pada awal merintis, Nasrul tidak mendapat dukungan penuh dari keluarga. Sebab keputusannya berarti ia memilih berhenti kerja untuk memulai sesuatu yang baru dengan tingkat keberhasilannya 70:30.

"Namun, sejak menikah pada 2021, saya mendapat dukungan besar dari istri yang kemudian terus mendorong saya untuk maju. Baru pada 2023, keluarga mulai mengerti alasan saya di balik perjuangan ini,” ujar Nasrul. 

Meskipun penuh dengan tantangan, dalam kurun waktu satu tahun berdiri, Agroniaga Indonesia telah berhasil mengelola limbah 7.000 kopi dan memproduksi lebih dari 1.000 produk olahan dari limbah kopi seperti vegan leather, coffee peat, dan eco-enzyme dengan melibatkan lebih dari 150 petani plasma di Kabupaten Malang. Hasilnya, para petani bisa meningkatkan pendapatan hingga 15% dan mengurangi biaya operasional hingga 30 persen. 

Terjun langsung ke lapangan, bercengkrama dengan petani dan ibu rumah tangga di berbagai desa di Malang dan memberikan pendampingan intensif menjadi kunci keberhasilan Nasrul. Khusus di hari Selasa dan Jumat, ia gunakan waktu tersebut untuk memperluas jaringan serta mencari relasi baru. Menurutnya, mencari relasi sangat penting bagi setiap organisasi baru di industri ini. 

Agribisnis Kopi Berkelanjutan untuk Pemuda dan Desa Ketindan 

Salah satu langkah Nasrul memperluas relasinya dan mengoptimalkan agribisnis kopi berkelanjutan di Malang adalah dengan mengikuti program Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) yang diinisiasi oleh GoTo Impact Foundation (GIF), organisasi nonprofit yang lahir dari semangat berinovasi Grup GoTo. Nasrul mengetahui program tersebut dari media sosial dan langsung tertarik untuk bergabung, dengan harapan dapat membantu meningkatkan brand awareness organisasinya sekaligus mencari validasi dari organisasi serupa lainnya. 

Sebelum bergabung dengan CCE, keterbatasan pendanaan menjadi salah satu aspek yang membuat Nasrul belum bisa melakukan fase duplikasi ke desa penghasil kopi lainnya.

"Penggunaan teknologi yang seadanya pun membuat produksi kopi per batch nya sulit mendapatkan titik konsistensi rasa. Setelah mengikuti CCE, saya dapat mengoptimalkan kualitas sekaligus kuantitas produksi para petani,” tuturnya. 

Selama mengikuti program CCE, Nasrul bertemu dengan tiga organisasi lain, yaitu BIOPs Agrotekno (penyedia solusi berbasis teknologi pertanian), Rise Social (platform pengembangan diri bagi kaum muda), dan FAM Rural (penyedia jasa konsultasi bisnis sosial desa).

Ketiganya kemudian bergabung dalam konsorsium Gandrung Tirta untuk mengoptimalkan agribisnis kopi berkelanjutan melalui pengelolaan limbah kopi, pemanfaatan teknologi pertanian, dan praktik ramah lingkungan. Melalui proyek ini, Gandrung Tirta berupaya meningkatkan produktivitas kopi, meningkatkan kesejahteraan petani, serta menarik minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian. 

Proyek ini akan mulai diimplementasikan pada April mendatang, dengan Desa Ketindan sebagai lokasi utama intervensi. Wilayah ini dipilih atas pertimbangan kopi khasnya yang walaupun telah tersertifikasi fine robusta—sebuah standar tinggi untuk kopi robusta–masih belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. 

Nasrul berharap Desa Ketindan dapat menjadi desa wisata kopi berkelanjutan dan model ini dapat direplikasi ke daerah penghasil kopi lain di Indonesia. Dan kehadiran GoTo Impact Foundation memberikan akselerasi luar biasa, baik dalam eksekusi maupun peningkatan kredibilitas  di mata petani dan masyarakat.

"Kami berharap, melalui proyek ini kami bisa meningkatkan kesadaran masyarakat tentang visi misi kami agar dapat melanjutkan fase duplikasi ke daerah penghasil kopi lainnya di Indonesia,” katanya.

Kisah Nasrul menjadi bukti bahwa dengan teknologi, semangat kolaborasi, dan inovasi, dapat dimulai dari langkah kecil di sekitar kita. Di balik secangkir kopi Desa Ketindan, tersimpan semangat seorang pemuda untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi petani, komunitas, dan lingkungan.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...