Deflasi Beruntun dalam Dua Bulan Pertama 2025, Daya Beli Lesu?

Andi M. Arief
3 Maret 2025, 18:49
daya beli lesu, deflasi
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.
Pedagang menunggu calon pembeli di PD Pasar Jaya Jatinegara, Jakarta, Selasa (1/2/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia kembali mengalami penurunan harga (deflasi) pada bulan Februari 2022, yakni sebesar 0,02% mom, dimana penyebab utama penurunan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Badan Pusat Statistik mencatat deflasi sebesar 0,48% secara bulanan atau 0,09% secara tahunan pada Februari 2025. Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyebut, situasi ekonomi menjelang Ramadan tahun ini tertekan karena daya beli yang melemah. 

"Awal tahun ini ditandai dengan deflasi dua bulan berturut-turut yaitu deflasi 0,76% di Januari dan 0,48% di Februari yang mencerminkan lemahnya permintaan domestik," kaya Hidayat, Senin (3/3).

Hidayat menyoroti angka pemutusan hubungan kerja atau PHK sepanjang 2024 mencapai 77.965 kasus. Ia juga menyebut ancaman 4.050 kasus PHK baru pada Januari 2025.

"PHK ini yang juga semakin menekan daya beli masyarakat," ujar Hidayat.

Tidak Biasa Deflasi Menjelang Lebaran

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, penyebab utama deflasi pada awal 2025 ini karena diskon tarif listrik. Meski begitu, Faisal menilai hal itu tidak biasa jika terjadi menjelang Ramadan.

Faisal mengatakan  terjadi deflasi di beberapa komoditas pangan pada Februari. BPS mencatat kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami deflasi 0,40% secara bulanan dan memberikan andil deflasi 0,12% pada Februari 2025.  

Beberapa komoditas pada kelompok ini seperti daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, dan telur ayam ras mengalami deflasi pada Februari 2025 setelah beberapa bulan sebelumnya mengalami inflasi.

“Kalau dilihat dari keseluruhan kelompok makanan mengalami deflasi walaupun tidak sedalam listrik. Jadi kalau hanya melihat itu saja yang deflasi makanan minuman itu tidak biasa,” ujar Faisal.

Ia menilai, indeks harga konsumen menjelang Ramadan seharusnya tidak mengalami deflasi tetapi inflasi meski tipis. Indeks harga kemudian naik saat Ramadan dan Lebaran.

“Tetapi menjelang Ramadan harusnya sudah ada dorongan kenaikan harga-harga namun kali ini tidak. Jadi itu suatu perbedaan tidak biasa terjadi pada tahun-tahun sebelumnya,” kata Faisal.  

Beberapa daerah baru memasuki musim panen pada Februari 2025. Faisal mengatakan hal ini berdampak kepada peningkatan supply bahkan secara signifikan dari faktor produksi.

“Jadi artinya ini lebih besar karena faktor demand dari sisi permintaan yang artinya merefleksikan dari sisi daya beli masyarakat belum pulih,” kata Faisal.  

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan