Ratusan Buruh Akan Demo di Rumah Bos Sritex Besok, Minta THR Segera Cair


Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan bahwa ratusan buruh di Jawa Tengah akan menggelar aksi di depan kediaman Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan K Lukminto, pada Jumat (21/3).
Aksi tersebut bertujuan menuntut pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi ribuan buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada akhir Februari lalu.
Hari raya Idulfitri 2025 juga semakin dekat, tepatnya pada 31 Maret 2025. Namun ribuan karyawan Sritex Group yang terkena PHK belum mendapat kepastian soal pembayaran THR tersebut.
"Pemilik Sritex masih kaya, memiliki 10 unit rumah yang tersebar di Jawa Tengah, mungkin juga di Jakarta," ujar Presiden KSPI Said Iqbal di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Kamis (20/3).
Said menegaskan bahwa Iwan K Lukminto masih mampu membayar THR buruh Sritex. Menurutnya, Iwan masih mengoperasikan beberapa pabrik yang turut menggugat Sritex hingga akhirnya dinyatakan pailit.
"Kekayaan pemilik Sritex masih lebih dari Rp 1 triliun. Jadi, pemerintah tidak boleh menyatakan bahwa Sritex tidak mampu membayar THR," ujarnya.
Said merinci bahwa perusahaan yang terafiliasi dengan Grup Sritex memiliki tagihan mencapai Rp 1,2 triliun, tersebar dalam 11 perusahaan. Tagihan terbesar berasal dari PT Sari Warna Asli Textile Industry, senilai Rp 602,26 miliar.
Mempertanyakan Keputusan Tim Kurator
Koordinator Serikat Pekerja Sritex Slamet Kaswanto, mempertanyakan keputusan tim kurator yang melakukan PHK massal pada 26 Februari 2025. Ia juga menyoroti keputusan tim kurator yang menunda pembayaran THR bagi karyawan terdampak PHK.
"Alasan tim kurator tidak membayarkan THR dalam waktu dekat adalah karena THR dijadikan sebagai salah satu tagihan kepada manajemen Sritex," ujar Slamet di Gedung DPR, Selasa (4/3).
Slamet meminta agar THR dibayarkan lebih dulu karena nilainya tidak sebesar pesangon yang harus dilunasi. Pihaknya saat ini masih mengumpulkan data terkait nilai pesangon yang menjadi kewajiban Sritex.
Dia memperkirakan total pesangon yang harus dibayarkan mencapai Rp 30 miliar, karena banyak karyawan telah bekerja dalam jangka waktu lama.