Industri Perhotelan Terancam Merugi Akibat Kebijakan Efisiensi Anggaran Prabowo

Ferrika Lukmana Sari
24 Maret 2025, 07:43
Prabowo
ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/tom.
Wisatawan asing berada di area restoran Mandalika Beach Club di KEK Mandalika, Kuta, Praya, Lombok Tengah, NTB, Senin (23/12/2024). Menurut data Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) NTB, okupansi hotel atau tingkat keterisian kamar hotel di Lombok dan Sumbawa NTB jelang perayaan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 mencapai 85 persen yang pemesanan kamar hotel tersebut tersebar Gili Tramena, Senggigi, Mataram, Mandalika, dan Sumbawa.

Ringkasan

  • Pemerintah tidak akan menggunakan dana APBN untuk pensiun dini PLTU batu bara, melainkan akan mengarahkan PLN untuk menerbitkan surat utang.
  • Target pensiun dini PLTU pada 2040 disuarakan oleh Presiden Prabowo, namun belum ada arahan khusus dan RUKN masih mempertahankan target net zero pada 2060.
  • IESR merekomendasikan mempercepat pembangunan energi terbarukan dan menghentikan pembangunan PLTU captive untuk mendukung target pensiun dini PLTU pada 2040-2045.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) meminta pemerintah segera memberikan relaksasi pajak, bantuan finansial, serta meningkatkan promosi pariwisata. Langkah ini dinilai penting untuk membantu sektor pariwisata, khususnya perhotelan, yang terdampak oleh pemotongan anggaran.

“Kami di sini mendesak pemerintah untuk segera memberikan intervensi ini, termasuk insentif pajak, bantuan finansial, dan peningkatan promosi pariwisata,” ujar Ketua Bidang Litbang dan IT Badan Pimpinan Pusat (BPP) PHRI, Christy Megawati, dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (22/3).

Christy menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto telah berdampak signifikan terhadap operasional hotel dan berpotensi menimbulkan kerugian besar.

Hasil survei "Sentimen Pasar Dampak Kebijakan Penghematan Anggaran Pemerintah" yang dilakukan PHRI pada Maret 2025 menunjukkan bahwa dari 726 responden yang merupakan pelaku industri perhotelan di 30 provinsi.

Sebanyak 88% memprediksi mereka akan menghadapi keputusan sulit seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengurangan upah karyawan guna mengurangi beban operasional.

“Di sektor perhotelan yang memiliki banyak karyawan, hal ini berisiko menyebabkan defisit operasional, bahkan hingga penutupan hotel,” kata Christy.

Ia juga menyebut bahwa 58% responden memperkirakan potensi gagal bayar pinjaman bank akibat tekanan finansial yang meningkat. Selain itu, pemotongan anggaran juga berdampak pada penerimaan pajak hotel.

Sebanyak 75% pelaku industri pariwisata memperkirakan target pajak yang ditetapkan pemerintah tidak akan tercapai. Sementara 71% lainnya khawatir bahwa penurunan pendapatan hotel akan mengganggu rantai pasok industri pariwisata.

Jika kondisi ini tidak segera diatasi, 83% pelaku industri yakin sektor pariwisata akan mengalami penurunan lebih lanjut, yang dapat berdampak buruk bagi ekonomi daerah yang bergantung pada pariwisata.

Imbauan Relaksasi dan Dampak Kebijakan Perjalanan Dinas

Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani turut menyoroti perlunya relaksasi pajak dan bantuan keuangan bagi sektor pariwisata. Ia juga menyinggung kebijakan pemangkasan anggaran perjalanan dinas (Perdin) kementerian dan lembaga hingga 50%, yang berdampak pada industri perhotelan.

“Meski kebijakan tersebut memangkas anggaran sebesar 50 persen, kenyataannya di lapangan tidak ada pemasukan sama sekali bagi sektor perhotelan yang biasa mendapat pesanan terkait perjalanan dinas,” kata Hariyadi.

Menurutnya, pemerintah sebaiknya tetap menjalankan 50% dari anggaran yang masih tersedia. “Kami melihat bahwa lebih baik pemerintah benar-benar menjalankan pemotongan 50%. Karena per hari ini yang terjadi justru 100% tidak ada yang jalan,” ujarnya.

Hariyadi menambahkan bahwa tanpa tindakan cepat, dampak buruk dari kebijakan ini akan meluas, tidak hanya pada sektor pariwisata tetapi juga terhadap perekonomian nasional.

Kebijakan Efisiensi Anggaran Pemerintah

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2025 menetapkan pemangkasan anggaran perjalanan dinas pemerintah daerah (Pemda) sebesar 50%.

Dalam Inpres tersebut, disebutkan bahwa total efisiensi anggaran belanja negara mencapai Rp306,6 triliun, yang terdiri atas pemotongan anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp50,5 triliun.

Dengan adanya kebijakan ini, PHRI dan GIPI mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah mitigasi agar sektor pariwisata tetap bertahan dan terus berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...