Perbandingan Royalti Minerba di Beberapa Negara, Indonesia Paling Tinggi?

Ringkasan
- Penerbangan langsung dari Singapura ke Labuan Bajo telah dibuka, diharapkan meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara. Rute ini dilayani oleh maskapai Jetstar dua kali seminggu.
- Bandara Komodo, dengan fasilitas modern dan kapasitas besar, siap menyambut peningkatan wisatawan. Penerbangan langsung ini juga diyakini akan mempermudah akses dan mempersingkat waktu perjalanan.
- Konektivitas yang lebih baik ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi di Labuan Bajo. Potensi pariwisata dan ekonomi daerah, termasuk keindahan alam dan kekayaan budaya, menjadi daya tarik utama.

Pemerintah sedang mengkaji kenaikan tarif royalti untuk sektor mineral dan batu bara (minerba). Enam komoditas yang diusulkan mengalami perubahan tarif royalti mencakup batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah.
Direktur Jenderal Minerba Tri Winarno menanggapi isu bahwa tarif royalti minerba di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara lain, Tri menegaskan bahwa hal ini sudah sejalan dengan besaran pengeluaran yang diperlukan untuk kegiatan pertambangan.
"Lho, cost kita lebih rendah 40%, jadi wajar-wajar saja. Yang ada di Pasal 33 UUD 1945 itu, Indonesia memiliki bumi, air, dan segala kekayaannya. Sementara di Australia, pemilik tanah juga memiliki hak atas kekayaan di dalamnya. Ini kan beda," kata Tri saat ditemui di Kementerian ESDM pada Senin (25/3).
Perbandingan Tarif Royalti dengan Negara Lain
Berdasarkan data Indonesian Mining Association (IMA), tarif royalti minerba saat ini memang ada komoditas tertentu yang nilainya lebih tinggi dibandingkan negara lain. Berikut rinciannya:
Nikel Ore
Indonesia | 10% |
Filipina | 5%-7% |
Australia | 5%-7,5% |
Kanada | 5%-13% (basis profit) |
Brasil | 2%-5% |
Nikel produk
Indonesia | 2% dan 5% |
Filipina | 2% |
Australia | 2%-5% |
Kanada | 4%-6% |
Brasil | 1%-3% |
Emas
Indonesia | 3,75%-10% |
Filipina | 4% |
Australia | 2,5%-5% |
Kanada | 1%-17% (dari penghasilan bersih) |
Brasil | 1,5% |
Tembaga Ore
Indonesia | 3,75%-10% |
Filipina | 4% |
Australia | 2,5%-7,5% |
Kanada | 1%-17% (dari penghasilan bersih) |
Brasil | 2% |
Tembaga konsentrat
Indonesia | 4% |
Filipina | 4% |
Australia | 2,5%-7,5% |
Kanada | 1%-17% (dari penghasilan bersih) |
Brasil | 2% |
Tembaga katoda
Indonesia | 2% |
Filipina | 4% |
Australia | 2,5%-7,5% |
Kanada | 1%-17% (dari penghasilan bersih) |
Brasil | 2% |
Selain perbandingan tarif dengan negara lain, IMA juga merangkum usulan perubahan tarif royalti minerba pada revisi Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM. Antara lain:
- Nikel Ore: dari 10% menjadi 14% - 19%
- Nikel Matte: dari 2% (dengan tambahan 1% windfall) menjadi 4,5% - 6%
- Nikel FENI: dari 2% menjadi 4% - 5%
- Nikel NPI: dari 5% menjadi 5% - 7%
- Emas: dari 3,75% - 10% menjadi 7% - 16%
- Tembaga Ore: dari 5% menjadi 10% - 17%
- Tembaga Konsentrat: dari 4% menjadi 7% - 10%
- Tembaga Katoda: dari 2% menjadi 4% - 7%
Pemerintah Sudah Evaluasi
Sebelum rencana kenaikan tarif ditetapkan, pemerintah telah melakukan perhitungan berdasarkan laporan keuangan dua tahun berturut-turut dari beberapa perusahaan.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa kenaikan tarif tidak akan menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau cash flow negatif.
"Pada saat evaluasi dilakukan, tidak menunjukkan adanya potensi perusahaan akan mengalami kolaps atau negatif cash flow-nya," kata Tri.
Tri juga menyebut bahwa regulasi kenaikan tarif royalti ini hampir selesai, namun belum ada tanggal pasti peluncurannya. Dia mengungkapkan target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor minerba mencapai Rp 124,5 triliun pada 2025.
Dia berharap para pengusaha di sektor ini dapat mendukung kebijakan tersebut. "Negara kita kebetulan cash flow-nya rendah dibandingkan negara lain. Jadi harapan saya kepada teman-teman, mari bersama mendukung," ujar Tri.