Mayoritas Hotel PHK Pekerja Harian, Karyawan Tetap Bisa Kena Imbas Usai Lebaran

Ringkasan
- Forum CCS Internasional dan Indonesia 2024 bertujuan mempercepat dekarbonisasi dan pertumbuhan ekonomi melalui pusat-pusat CCS, terutama di Asia Tenggara.
- Untuk memperluas pusat CCS, diperlukan kebijakan yang kuat, model bisnis efektif, dan kemitraan multilateral.
- Forum CCS akan menghadirkan pembicara ahli untuk membahas kolaborasi bisnis, berbagi pengetahuan, dan memajukan proyek CCS di kawasan Asia Tenggara.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkapkan bahwa sebagian besar operator hotel telah merumahkan mayoritas pegawai harian mereka. Langkah ini merupakan dampak dari implementasi Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mencatat bahwa 88% pengusaha hotel berpotensi melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan tetap jika tidak ada intervensi pemerintah setelah Idulfitri 2025.
Penyebab utama kondisi ini adalah tingginya biaya operasional yang tidak sebanding dengan tingkat okupansi kamar yang merosot drastis dari 55% pada Maret 2024 menjadi hanya 20%.
"Pada akhirnya, efisiensi akan dilakukan, termasuk terhadap karyawan tetap. Bisnis harus bertahan, dan efisiensi menjadi langkah yang tidak terhindarkan," ujar Maulana kepada Katadata.co.id, Selasa (25/3).
Maulana menambahkan, tingkat okupansi saat ini hampir menyamai kondisi saat pandemi Covid-19, yaitu turun hingga 10%. Selain itu, pendapatan hotel juga menyusut hingga 60%, bahkan di beberapa hotel anjlok hingga 80% akibat pemotongan anggaran dinas pemerintah.
Dia menjelaskan bahwa tenaga kerja merupakan komponen biaya produksi pertama yang terkena efisiensi karena kontribusinya dalam struktur biaya mencapai 35%.
Hal tersebut dilakukan karena komponen biaya lain tidak bisa dikurangi. Dia mencontohkan tagihan listrik, sulit dikurangi karena sistem abodemen tetap harus dibayarkan setiap bulan.
"Tidak mungkin pengusaha perhotelan menghindari PHK. Pengeluaran produksi terus berjalan, sementara pendapatan menurun drastis," kata Maulana.
Survei PHRI
Survei PHRI terhadap 726 pemilik tempat penginapan dengan rata-rata 178 kamar per properti menunjukkan bahwa 45% responden berasal dari hotel bintang empat, dan mayoritas (56%) berada di Pulau Jawa.
Hasil survei juga mencatat bahwa 60,48% responden memperkirakan akan mengalami kerugian pada 2025, sementara 56% lainnya memperkirakan pendapatan mereka akan menyusut antara 10% hingga 30%.
Penurunan pendapatan ini diprediksi akan berlanjut seiring dengan perkiraan lebih dari 50% pengusaha hotel bahwa pemerintah akan mempertahankan kebijakan efisiensi anggaran hingga kuartal ketiga 2025. Mayoritas responden (42%) menyebut minimnya penggunaan ruang pertemuan sebagai dampak terbesar dari kebijakan ini.
"Hal ini dapat dipahami karena agenda pemerintah selama ini menjadi kontributor utama terhadap permintaan fasilitas ruang pertemuan," demikian hasil survei PHRI.
Dengan kondisi ini, pelaku industri perhotelan berharap adanya intervensi pemerintah untuk mencegah dampak lebih luas terhadap tenaga kerja dan keberlangsungan bisnis perhotelan di Indonesia.
48 Pekerja Hotel Grand Legi NTB Terima Kompensasi
Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan sebanyak 48 pekerja Hotel Grand Legi Mataram yang terkena PHK telah menerima kompensasi sebesar Rp1 miliar.
Kepala Disnaker Kota Mataram Rudi Suryawan mengatakan kompensasi diberikan setelah pihak hotel dan pekerja menyepakati perjanjian bersama untuk mengakhiri hubungan kerja. "Setelah perjanjian ditandatangani kedua belah pihak, dana kompensasi langsung diserahkan," ujarnya, Senin (25/3).
Dana tersebut dibagi sesuai jabatan dan masa kerja pekerja, mencakup pesangon, tunjangan masa kerja, hak tertunda, BPJS Ketenagakerjaan, serta klaim lainnya. Awalnya, pekerja mengajukan kompensasi Rp1,9 miliar, namun setelah tiga hingga empat kali mediasi, disepakati angka Rp1 miliar.
"Semoga kompensasi ini bisa menjadi penyelamat sementara bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan," kata Rudi.
Setelah dana diberikan, Disnaker tidak lagi mengawasi penggunaannya, tetapi tetap berkewajiban melaporkannya ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Jika tidak ditemukan kesepakatan dalam mediasi, pekerja masih bisa melanjutkan gugatan ke PHI atau Pengadilan Ekonomi.
"Kami hanya memediasi agar tercapai solusi terbaik bagi kedua pihak. Alhamdulillah, kesepakatan tercapai tanpa harus ke PHI," ujarnya.