Satgas Giant Sea Wall Dikritik Soal Arah Proyek dan Biaya Pembangunan
Indonesia Water Institute (IWI) mendorong Satuan Tugas (Satgas) Giant Sea Wall untuk menjelaskan terlebih dahulu definisi dari proyek tersebut sebagai tugas awal mereka. Ketua Umum IWI Firdaus Ali menilai hal ini penting untuk menentukan apakah proyek dapat dilanjutkan selama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Firdaus menjelaskan, Giant Sea Wall merupakan salah satu fase dari proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), yaitu program pembangunan tanggul dan pengembangan kawasan pesisir Jakarta yang dicanangkan dalam pemerintahan sebelumnya.
“Satgas Giant Sea Wall perlu mengklarifikasi apakah proyek ini berupa tanggul pantai atau tanggul lepas pantai. Keduanya adalah hal yang berbeda,” kata Firdaus kepada Katadata.co.id, Rabu (9/4).
Menurut Firdaus, tanggul pantai dibangun tepat di bibir pantai untuk menahan banjir rob, sementara tanggul lepas pantai berada di tengah laut pada kedalaman 14 meter di bawah permukaan air.
Ia menilai saat ini yang paling dibutuhkan adalah tanggul pantai, khususnya di sejumlah wilayah pesisir utara Pulau Jawa seperti Jakarta, Semarang, dan Tegal.
Firdaus menegaskan, kebutuhan tanggul pantai di wilayah Pantura kini sangat mendesak dan lebih realistis untuk dibangun ketimbang tanggul lepas pantai. Ia juga mengungkap keterlibatannya dalam rencana Giant Sea Wall sejak 2009, namun hingga kini belum ada pembangunan fisik dari tanggul lepas pantai sepanjang 35 km di Teluk Jakarta.
“Sebetulnya sah-sah saja pemerintah membentuk Satgas Giant Sea Wall. Namun kunci dari proyek ini tetap pada keseriusan pemerintah pusat dan daerah,” ujarnya.
Firdaus juga mengkritisi rencana pembangunan tanggul lepas pantai dari Jakarta hingga Jawa Timur karena besarnya biaya konstruksi yang bisa membebani keuangan negara. Menurutnya, hanya pembangunan tanggul pantai yang secara teknis dan finansial memungkinkan.
“Biaya tanggul lepas pantai Jakarta saja bisa mencapai Rp 500 triliun. Kalau dari Jakarta sampai Surabaya, bisa puluhan ribu triliun. Saya harus bicara obyektif,” ujarnya.
Kementerian Pekerjaan Umum berencana melelang proyek Giant Sea Wall menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), agar sebagian besar biaya ditanggung oleh sektor swasta. Namun Firdaus meragukan minat investor untuk proyek dengan skala dan biaya sebesar itu.
Pembentukan Satgas Giant Sea Wall
Sementara itu, Wakil Menteri PUPR Diana Kusumastuti menekankan pentingnya pembentukan Satgas karena kompleksitas proyek dan perlunya koordinasi lintas sektor. Giant Sea Wall dirancang memiliki panjang 946 km, melintasi lima provinsi: Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Diana menyebut Satgas akan melibatkan berbagai kementerian, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup, serta pemerintah daerah yang terkait. Koordinasi akan dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan.
“Presiden Prabowo Subianto meminta agar ada Satgas khusus untuk menangani pesisir Pantura. Selain itu, sebagian pendanaan proyek ini diharapkan berasal dari sektor swasta,” kata Diana di Jakarta, Rabu (12/3).
Ia juga menjelaskan proyek ini bisa dikombinasikan dengan pembangunan infrastruktur lain seperti sistem sanitasi, air minum, pembangkit listrik, dan jalan tol. Menurut Diana, langkah integratif ini dibutuhkan untuk menghadapi tantangan penurunan muka tanah di Pantura yang mencapai 12 cm per tahun.
