Prabowo Diingatkan Risiko Buruk Relaksasi TKDN Bagi Industri dan Iklim Investasi


Presiden Prabowo Subianto diingatkan agar tidak gegabah merespons kenaikan tarif impor ke Amerika Serikat (AS) dengan melonggarkan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), karena kebijakan ini berisiko menggerus kepercayaan investor dan melemahkan daya saing industri lokal
Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengingatkan pemerintah agar tidak panik dalam merespons kenaikan tarif impor Amerika Serikat. Rencana relaksasi kebijakan TKDN dinilai sebagai langkah mundur dari upaya industrialisasi nasional.
"Relaksasi kebijakan TKDN akan menjadi preseden buruk bagi investor yang sudah mematuhi aturan tersebut. Pemerintah perlu lebih hati-hati, kalkulatif, dan tidak tergesa-gesa dalam menanggapi kebijakan tarif dari Amerika Serikat," kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, kepada Katadata.co.id, Kamis (10/4).
Faisal menilai penghapusan syarat TKDN bukan hanya kebijakan yang keliru, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak buruk jangka panjang terhadap industri dalam negeri. Menurutnya, kebijakan TKDN sejalan dengan program hilirisasi yang saat ini terus dilanjutkan pemerintah.
"Inti dari hilirisasi adalah meningkatkan kandungan lokal dalam produk dalam negeri. Melonggarkan TKDN sama saja dengan memundurkan proses industrialisasi nasional," ujarnya.
Faisal juga mengkritik rencana pemerintah yang hanya akan melonggarkan aturan TKDN untuk sejumlah perusahaan asal Amerika Serikat, seperti General Electric, Apple, Oracle, dan Microsoft. Kebijakan ini, menurutnya, dapat menimbulkan kesan diskriminatif.
"Hal ini berpotensi menimbulkan perlakuan diskriminatif terhadap perusahaan dan investor lain. Dengan demikian, iklim investasi di dalam negeri bisa jadi rusak," ujarnya.
Mesti Dikawal dengan Strategi Jangka Panjang
Pelonggaran aturan TKDN juga menuai peringatan serius dari kalangan pemerhati digital. Direktur Eksekutif Indonesian Digital & Cyber Institute (IDCI) Yayang Ruzaldy menilai relaksasi TKDN memang bisa membuka peluang kerja sama teknologi dengan perusahaan-perusahaan besar AS seperti Apple, Microsoft, dan General Electric.
Namun, langkah ini harus dikawal dengan strategi jangka panjang yang terukur. “Tapi jika relaksasi ini dilakukan tanpa kerangka jangka panjang, industri lokal dapat kehilangan daya saing, dan Indonesia akan kembali terjebak dalam ketergangungan teknologi asing, baik dari sisi perangkat keras maupun lunak," ujarnya.
IDCI mengusulkan pendekatan TKDN 2.0 yang tidak hanya menghitung komponen fisik, tetapi juga nilai lokal seperti penguasaan kekayaan intelektual, kontribusi terhadap riset nasional, dan keterlibatan tenaga kerja lokal terampil.
“Relaksasi TKDN seharusnya menjadi jembatan negosiasi, bukan kemunduran. Harus ada prasyarat ketat seperti alih teknologi, kolaborasi riset, pelibatan tenaga kerja dan pembangunan pusat inovasi bersama,” kata Yayang.
IDCI juga memperingatkan agar relaksasi TKDN ini tidak menjadi preseden buruk di mana Indonesia dianggap mudah ditekan lewat instrumen tarif, dan kemudian merespons dengan kelonggaran regulasi yang bersifat jangka pendek.
TKDN Bagian Strategi Negoisasi RI
Sebelumya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pelonggaran TKDN merupakan bagian dari strategi Indonesia dalam negosiasi dagang dengan AS, terutama dalam merespons pengenaan tarif impor dari Presiden Donald Trump yang mencapai 32% terhadap produk Indonesia.
Selain pelonggaran TKDN, pemerintah juga akan melakukan penyeimbangan terhadap neraca perdagangan dengan AS melalui pembelian produk dari AS seperti kedelai, pembelian peralatan mesin, LPG, LNG, dan migas.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah menyiapkan berbagai insentif, baik fiskal maupun non-fiskal, guna mendorong impor dari AS sekaligus menjaga daya saing ekspor nasional ke pasar AS.
Airlangga menilai Indonesia memiliki fleksibilitas yang lebih besar untuk menyeimbangkan neraca perdagangan dengan AS melalui peningkatan impor barang dari AS.
"Dengan surplus yang kecil dan ketergantungan yang rendah, Indonesia berada dalam posisi yang lebih aman dan strategis untuk memperkuat kerja sama dagang dengan AS," ucap Airlangga.