Pengusaha Tekstil Sebut Penggunaan Kapas dari AS Bisa Tekan Tarif Impor


Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API menilai penggunaan kapas dari AS dapat menekan tarif produk lokal di pasar Negeri Hollywood tersebut. Langkah ini akan memenuhi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang diterbitkan pemerintah AS, yakni Cotton Trust Privilege.
Namun peningkatan impor kapas dari Amerika Serikat (AS) tidak akan mengurangi impor dari negara lain. Hal ini disebabkan utilisasi industri pemintalan serat hanya 30% karena tingginya impor barang antara dan barang jadi.
Wakil Ketua Umum API Ian Syarif menyebut jenis tekstil yang diimpor adalah kain dan pakaian jadi sekitar 500.000 ton. Namun peningkatan impor kapas dari AS harus dibarengi dengan perbaikan ekosistem perdagangan industri tekstil secara menyeluruh.
"Harus ada kesatuan ekosistem industri tekstil yang dapat memastikan pembelian kapas yang dapat diolah menjadi benang. Kemudian dijadikan kain, diwarnai dan akhirnya menjadi pakaian jadi sebelum kembali diekspor ke AS. Ini satu-satunya cara untuk meningkatkan pembelian kapas dari Amerika Serikat," kata Ian di Jakarta, Kamis (17/4).
Seperti diketahui, pabrikan harus mengimpor kapas lantaran komoditas tersebut tidak diproduksi sektor pertanian lokal. Ian mencatat sejauh ini kapas yang diolah di dalam negeri berasal dari Brasil, Pakistan, dan Australia.
Ian memberikan sinyal volume kapas dari AS dapat mencapai total impor bahan baku dari ketiga negara tersebut. Dengan demikian, utilisasi industri pemintalan benang yang mengolah serat menjadi benang dapat naik menjadi sekitar 60%.
Salah satu merek tekstil di pasar domestik yang menggunakan kapas asal AS adalah Uniqlo. Dengan demikian, kapas dari Negeri Paman Sam memiliki kualitas yang cukup tinggi.
"Namun peningkatan volume impor kapas tidak akan menutup defisit neraca perdagangan AS terhadap Indonesia lantaran nilai impor kapas setelah peningkatan volume hanya sekitar US$ 400 juta," katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2025 kembali mencetak surplus sebesar US$ 3,45 miliar. Indonesia mencatatkan surplus besar, terutama dari perdagangan dengan AS, India, dan Filipina.
Secara rinci, surplus perdagangan dengan AS mencapai US$ 1,58 miliar, India sebesar US$ 0,77 miliar, dan Filipina senilai US$ 0,73 miliar.
Kebijakan Tarif AS Bisa Ancam Ekspor
NH Korindo Sekuritas menilai perdagangan Indonesia dan AS cukup konsisten dalam dua tahun terakhir. Pada Februari 2025, surplus perdagangan Indonesia mencapai US$3,12 miliar, karena didorong penurunan impor domestik seiring dengan meningkatnya tekanan sosial ekonomi.
Head of Research NH Korindo Sekuritas, Ezaridho Ibnutama menyebut Indonesia sebagai salah satu negara di Asia Tenggara dengan tarif tertinggi setelah Vietnam, Thailand, dan Kamboja. Namun kebijakan tarif AS dapat menyebabkan penurunan nilai ekspor dalam beberapa bulan ke depan jika tidak ada kesepakatan bilateral antara kedua negara.
Selain itu, negara mitra dagang lain juga diperkirakan tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran AS. Dia menilai ekonomi Cina tidak memungkinkan untuk ekspansi manufaktur secara cepat, karena berisiko memicu gelembung investasi di sektor industri.
“Vietnam dan India juga tidak dapat diandalkan karena keduanya bergantung pada konsumsi AS untuk tumbuh dan keduanya terkena tarif yang lebih tinggi daripada Indonesia,” kata Ezaridho dalam risetnya, Kamis (3/4).