Deretan Investor Asing yang Hengkang dari Proyek Baterai EV di RI


Ambisi Indonesia menjadi salah satu produsen baterai kendaraan listrik menemui berbagai hambatan dan tantangan. Lingkungan investasi di Indonesia menjadi salah satu hambatannya.
Terbaru, konsorsium Korea Selatan yang dipimpin LG memutuskan menarik proyek senilai US$ 8,45 miliar atau Rp 142 triliun. "Dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah sepakat untuk secara resmi menarik diri dari proyek GP (Grand Package) Indonesia," kata LG Energy Solution dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters, Senin (21/4).
LGES dan pemerintah Indonesia menandatangani kesepakatan proyek Indonesia Grand Package pada akhir 2020. Proyek ini mencakup investasi di seluruh rantai pasokan baterai kendaraan listrik. "Namun, kami akan terus mengeksplorasi berbagai cara kerja sama dengan pemerintah Indonesia, yang berpusat pada usaha patungan baterai Indonesia, HLI Green Power," ujar peryataan tersebut.
HLI Green Power adalah usaha patungan yang dipimpin oleh LGES dan Hyundai Motor Group. Perusahaan tersebut tahun lalu meresmikan pabrik produksi sel baterai pertama di Indonesia untuk kendaraan listrik dengan kapasitas tahunan sebesar 10 Gigawatt jam sel baterai, dengan rencana untuk memperluas kapasitas pada tahap investasi kedua.
Adapun, konsorsium LG ini bukan yang pertama kali membatalkan proyek baterai kendaraan listrik di Indonesia. Lalu, siapa saja yang membatalkan proyek ini:
1. Eramet SA
Perusahaan tambang asal Prancis, Eramet SA mengurungkan minat dalam pengerjaan proyek investasi bersama di Indonesia senilai US$ 2,6 miliar atau Rp 42,72 triliun pada Juni 2024. Investasi melalui perusahaan baterai yang mereka miliki, PowerCo tersebut rencananya akan dilakukan di kompleks pemurnian nikel-kobalt di Weda Bay, Halmahera, Maluku Utara.
Namun, kala itu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membantah kedua perusahaan mencabut rencana investasi. Dia menyebut proyek pemurnian nikel tersebut tidak dibatalkan, tetapi ditunda.
2. BASF
Perusahaan kimia asal Jerman, BASF juga hengkang dari proyek investasi pembuatan baterai listrik bersama Eramet SA. Proyek tersebut terletak di kompleks pemurnian nikel-kobalt di Weda Bay, Halmahera, Maluku Utara dengan nilai investasi mencapai US$ 2,6 miliar atau sekitar Rp 42,72 triliun.
Keputusan tersebut dipicu oleh pertumbuhan penjualan kendaraan listrik yang melambat. BASF menyebut bahwa ketersediaan baterai berbasis nikel yang berkualitas secara global telah meningkat sejak proyek ini dimulai. Perusahaan tidak lagi melihat perlunya investasi sebesar itu.
3. China Contemporary Amperex Technology Co Ltd
Proyek baterai kendaraan listrik antara Indonesia dan Cina bernasib kurang baik. Meskipun tetap berjalan, komitmen investasi China Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL) nilainya tidak mencapai setengah dari kesepakatan awal.
Pada awalnya, PT Industri Baterai Indonesia (Industry Battery Corporation/IBC) telah menjalin kerja sama dengan unit bisnis CATL, yaitu CBL International Development untuk membentuk perusahaan patungan (joint venture/JV) guna memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci dalam industri baterai kendaraan listrik global.
Penandatanganan kontrak sementara (interim agreement) dan akta pendirian perusahaan patungan menyepakati pengembangan proyek secara bertahap dengan total investasi sebesar US$ 1,18 miliar atau sekitar Rp 19,13 triliun. Proyek tersebut diproyeksikan mempunyai total kapasitas produksi sebesar 15 gigawatt hour (GWh) per tahun.
Keputusan tersebut dipicu oleh pertumbuhan penjualan kendaraan listrik yang melambat. BASF menyebut bahwa ketersediaan baterai berbasis nikel yang berkualitas secara global telah meningkat sejak proyek ini dimulai. Perusahaan tidak lagi melihat perlunya investasi sebesar itu.
4. LG Energy Solution
Konsorsium Korea Selatan yang dipimpin LG memutuskan hengkang dari proyek baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Indonesia. Konsorsium itu terdiri dari LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan mitra lainnya.
Konsorsium tersebut, yang meliputi LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan mitra lainnya, telah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan sejumlah perusahaan milik negara untuk membangun ekosistem untuk baterai EV. Inisiatif tersebut mencakup seluruh proses mulai dari pengadaan bahan baku hingga produksi prekursor, bahan katode, dan pembuatan sel baterai.