Panasonic Holdings PHK Ribuan Karyawan, Bagaimana Nasib Buruh di Indonesia?


Raksasa elektronik Jepang, Panasonic, menargetkan 10.000 pemutusan hubungan kerja (PHK) di seluruh dunia. Bagaimana nasib buruh yang bekerja di pabrik Panasonic di Indonesia?
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan PHK terhadap ribuan karyawan secara global yang dilakukan Panasonic Holdings tidak terjadi di Indonesia.
"PHK yang terjadi di Panasonic Holdings tidak berdampak pada operasional Panasonic di Indonesia," kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Senin (12/5).
Febri menyatakan justru Indonesia tetap menjadi salah satu basis produksi penting bagi Panasonic di kawasan Asia Tenggara.
"Pabrik di Indonesia justru menjadi basis ekspor ke lebih dari 80 negara, yang mencerminkan daya saing industri elektronik nasional yang sangat kuat," katanya.
Panasonic memiliki pabrik di Indonesia yang memiliki jumlah pekerja sekitar 7.000 hingga 8.000 orang. Ribuan pekerja di Indonesia tersebut tersebar di tujuh pabrik, yaitu dua di DKI Jakarta, dua di Bekasi, satu di Bogor, satu di Pasuruan, dan satu di Batam.
Jenis industri yang dijalankan meliputi pabrik baterai, alat kesehatan, peralatan rumah tangga, hingga distribusi elektronik bermerek Panasonic.
Kemenperin mencatat utilisasi industri elektronik saat ini sedang berada pada level yang rendah, yakni 50,64 persen pada triwulan I tahun 2025. Sedangkan, sebelum masa pandemi Covid-19, utilisasi sektor ini mencapai 75,6 persen.
Kondisi ini menjadi pengingat bagi seluruh pelaku industri dan para karyawan untuk terus beradaptasi dan melakukan transformasi agar tetap kompetitif.
"Persaingan global di sektor elektronik semakin ketat. Ini adalah peringatan bahwa transformasi teknologi, peningkatan produktivitas, dan efisiensi operasional adalah kunci untuk bertahan hidup," katanya.
Febri mengatakan pemerintah berkepentingan menaikkan utilisasi tersebut melalui perlindungan pasar domestik dari gempuran produk elektronik impor, sekaligus menjaga investasi sektor elektronika yang ada, serta menarik investasi baru.
Indonesia saat ini menjadi pasar barang-barang elektronik. "Pasar dalam negeri Indonesia menjadi salah satu yang terbesar di kawasan, dan pemerintah mendukung penuh penguatan industri melalui kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)," katanya.
Ia juga menyebutkan, Asia Tenggara, termasuk Indonesia, kini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi global. Oleh karena itu, menjaga stabilitas industri dan mendorong daya saing menjadi agenda prioritas pemerintah.
Panasonic PHK Bertahap hingga 2029
Raksasa elektronik Jepang, Panasonic, mengambil langkah PHK 10.000 orang di seluruh dunia. Langkah ini dilakukan perusahaan pemasok baterai ke Tesla tersebut untuk meningkatkan profitabilitas.
Pemutusan hubungan kerja, yang mewakili sekitar 4 persen dari tenaga kerja grup yang berjumlah hampir 230.000 orang, akan dilaksanakan terutama pada tahun keuangan saat ini hingga Maret 2029.
Panasonic mengatakan akan meninjau secara menyeluruh efisiensi operasional di setiap perusahaan grup, terutama di departemen penjualan dan tidak langsung.
"Mereka akan mengevaluasi ulang jumlah organisasi dan personel yang benar-benar dibutuhkan", kata sebuah pernyataan dikutip dari CNA, Senin (12/5).
"Pemangkasan akan dilakukan melalui konsolidasi penjualan dan operasi tidak langsung serta lokasi, penghentian bisnis, dan karyawan di Jepang yang mengambil pensiun dini, katanya.
Mereka berharap untuk membukukan biaya restrukturisasi sebesar ¥130 miliar yen (US$896,06 juta) tahun bisnis ini sebagai bagian dari perombakan. Restrukturisasi perusahaan tersebut bertujuan untuk mencapai laba atas ekuitas - ukuran profitabilitas - sebesar 10 persen pada tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2029.
Panasonic juga mengatakan akan menargetkan laba operasi yang disesuaikan secara grup setidaknya ¥600 miliar pada tahun fiskal hingga 31 Maret 2027, sebagian karena perombakan bisnis elektronik konsumennya, penghentian bisnis yang merugi, dan perampingan investasi TI.
Hampir setengah dari biaya restrukturisasi akan dibukukan dalam operasional bisnis, yang mencakup elektronik rumah tangga dan sistem pemanas dan ventilasi. Sementara 40 persen lainnya digunakan untuk biaya lainnya, termasuk perusahaan induknya. Perusahaan tidak berharap untuk membukukan biaya restrukturisasi apa pun dalam bisnis energinya.