Anggaran Terbatas, Pemerintah Fokus Renovasi dalam Program 3 Juta Rumah
Pemerintah menargetkan dapat menyediakan 3 juta unit rumah layak huni per tahun. Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah mengatakan, fokus utama pemerintah terkait program tersebut saat ini adalah renovasi rumah.
Menurutnya, program 3 juta rumah merupakan gabungan dari kegiatan pembangunan dan renovasi rumah. Ia menargetkan, total rumah yang direnovasi tahun ini adalah 10% dari total rumah tidak layak huni atau RTLH, yakni sekitar 2,6 juta.
"Manuver kami terkait program perumahan tahun ini tidak besar, tapi bisa ada penyesuaian terhadap anggaran yang ada. Saya dengar pemerintah akan menyetujui untuk memperbesar target renovasi rumah tahun ini," kata Fahri di Taman Sriwedari Cibubur, Minggu (1/6).
Pemerintah melakukan renovasi rumah melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya atau BSPS. Anggaran program BSPS pada tahun ini mencapai Rp 850 miliar untuk merenovasi 38.504 unit rumah. Dengan demikian, bantuan anggaran renovasi yang dikucurkan pemerintah pada tahun ini adalah sekitar Rp 22 juta per rumah.
Fahri tidak menjelaskan penambahan anggaran program BSPS pada tahun ini. Namun, ia memberikan sinyal bahwa pemerintah akan menekan biaya renovasi rumah dengan menekan rantai distribusi komponen konstruksi dengan program Koperasi Merah Putih.
Mayoritas anggaran renovasi dalam program BSPS adalah biaya komponen konstruksi atau senilai Rp 17,5 juta per rumah. Fahri mengusulkan, agar Koperasi Merah Putih dapat menjadi pusat pengumpulan komponen konstruksi seperti semen, baja, dan komponen lainnya.
Ia menghitung pemangkasan rantai distribusi dapat menekan biaya renovasi atap untuk rumah tipe 40 menjadi Rp 1,5 juta per rumah. Ia pun optimistis pemberdayaan Koperasi Merah Putih setidaknya dapat meniadakan rumah dengan atap bocor di dalam negeri.
"Artinya, kami harus mengejar pasokan komponen konstruksi dengan harga murah. BUMN seharusnya sudah dapat mengendus rencana ini dengan menghitung permintaan setiap komponen konstruksi," ujarnya.
Adapun penganggaran yang digunakan pemerintah pada tahun ini disusun oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Karena itu, Fahri memberikan sinyal pihaknya akan fokus membangun rumah dalam program tiga juta rumah pada tahun depan lantaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara buatan Presiden Prabowo Subianto baru berlaku tahun depan.
Katadata Insight Center atau KIC sebelumnya menemukan, sebagian besar warga kelas menengah tak berencana membeli hunian sampai dengan 5 tahun ke depan. Sejauh ini, harga menjadi pengganjal utama minat untuk memiliki tempat tinggal sendiri.
Survei KIC menyatakan, pendapat tersebut merupakan jawaban 83,7 persen kelas menengah yang menjadi responden. Kajian ini juga menyebutkan, 1 dari 2 orang yang tetap berminat memiliki hunian sudah punya pekerjaan sampingan.
KIC juga mencatat, sebagian besar alasan kelas menengah enggan membeli hunian lantaran faktor ekonomi. Sejauh ini, membeli tempat tinggal tak masuk ke dalam daftar tujuan utama menabung. Prioritas mereka adalah untuk dana darurat.
Pada saat yang sama, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menyatakan bahwa pemerintah tengah mengkaji amandemen ketetapan harga rumah subsidi. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga minat pengembang dalam membangun rumah subsidi, khususnya rumah susun (rusun) subsidi.
Harga rumah subsidi saat ini diatur melalui Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 995 Tahun 2021, yang menetapkan harga tanah per meter persegi di tiap provinsi dan kota. Contohnya, rata-rata harga rusun di Jakarta adalah Rp 9,16 juta per meter persegi atau sekitar Rp 329,76 juta per unit.
"Aturan tersebut sedang dikaji ulang seiring meningkatnya harga properti saat ini. Harga rusun saat ini idealnya sekitar Rp 12 juta per meter persegi," ujar Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho di Kantor Kementerian Hukum, Kamis (24/4).
