Milenial Ragu Beli Rumah Subsidi 14 Meter Persegi: Murah Tak Selalu Menarik


“Ukuran masih oke, tapi lokasi nggak worth it"
Kalimat itu meluncur dari mulut Dhio Faiz (30), seorang karyawan swasta yang baru saja mengunjungi sosialisasi rumah subsidi 14 meter persegi besutan Lippo Group di Plaza Semanggi, Jakarta, Senin (16/6).
Awalnya ia yang baru menikah tahun lalu itu tertarik membeli rumah seharga Rp 110 juta hingga Rp 140 juta tersebut, karena harganya relatif terjangkau. Tapi harapan itu memudar seiring peta lokasi ditampilkan di layar: jauh dari jantung kota, jauh dari tempat kerja, dan mungkin juga jauh dari kenyamanan hidup yang diimpikan.
Di tengah himpitan harga properti kota besar, rumah subsidi seluas 14 meter persegi ini seolah menjadi secercah harapan. Namun bagi banyak milenial urban, lokasi bukan sekadar titik di Google Map. Lokasi adalah penentu waktu, energi, dan kualitas hidup. Inilah pertaruhan terbesar dari proyek yang mengundang pro dan kontra tersebut.
Seperti diketahui, Lippo Group menawarkan dua contoh rumah subsidi, tipe pertama yaitu bangunan seluas 14 meter persegi dan tanah 25 meter persegi dengan harga Rp 110 juta. Desain lainnya adalah rumah berukuran 23,5 meter persegi di atas lahan sekitar 25 meter persegi seharga Rp 140 juta.
"Kalau lokasinya di pinggiran Jakarta dengan ukuran seperti itu masih oke walaupun harganya bisa sampai Rp 140 juta. Tapi kalau lokasinya bisa di Karawang atau Purwakarta seperti sosialisasi Lippo hari ini, menurut saya enggak worth it," kata Dhio kepada Katadata.co.id.
Dhio menjelaskan pertimbangan utamanya dalam membeli rumah adalah lokasi yang dekat dengan tempat kerja. Lokasi rumah yang jauh akan menggenjot biaya transportasi rumah tangganya. Karena itulah, keluarganya memutuskan untuk menyewa rumah susun di Jakarta dibandingkan mulai mencicil rumah di kita penyangga ibu kota.
"Lokasi yang jauh akan membuat kami boros waktu dan uang yang masih bisa diinvestasikan untuk hal lain, seperti istirahat yang cukup," katanya.
Lain halnya dengan Fildzah (30), yang kembali berpikir ulang membeli rumah tersebut karena keberatan dengan ukurannya. Pasalnya, dia berniat untuk berkeluarga dan rumah tersebut dinilai kurang luas untuk dihuni bersama pasangan dan anak.
"Rumah ini cocok untuk investasi, tapi saya ingin berkeluarga ke depannya,"ujarnya.
Saat ini, Fildzah mengaku belum akan mengajukan Kredit Pemilikan Rumah dan lebih memilih menyewa kamar kos yang dekat dengan kantor agensi kreatifnya di Jakarta. Sebab, penulis naskah iklan ini menilai lokasi menjadi pertimbangan utama dalam membeli hunian.
"Jujur, energi akan habis di jalan, apalagi dengan pekerjaan yang menguras otak seperti pekerjaan kreatif. Kalaupun harga rumahnya murah, kalau lokasinya jauh aku enggak sanggup," kata Fildzah.
Begitu juga dengan Feby (31), yang mengatakan akses antara rumah dan transportasi umum menjadi pertimbangan dalam pembelian hunian. Pekerja admin di Jakarta Utara ini menilai akses terhadap transportasi umum menjadi utama walaupun lokasi rumah sedikit lebih jauh.
Namun, bentuk dan luas bangunan juga menjadi pertimbangannya dalam membeli rumah. Karena itu, Feby mengatakan tidak akan membeli rumah berukuran 14 meter persegi maupun 23,5 meter persegi setelah melihat langsung desain dua rumah Lippo Group.
"Kesan pertama saya setelah melihat rumah ini, jujur saya menjadi tidak mau membelinya. Rumahnya sangat sempit. Ada harga, ada kualitas," katanya.