Pengusaha Waswas Perang Iran-Israel Ganggu Pasokan Gandum, Gas, Kedelai dan BBM
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan bahwa perang Iran-Israel mulai berdampak pada rantai pasok global, termasuk ke Indonesia. Sejumlah komoditas strategis seperti gandum, kedelai, gas, dan bahan bakar minyak (BBM) terancam terganggu akibat meningkatnya tensi geopolitik tersebut.
Wakil Ketua Umum Apindo Sanny Iskandar menjelaskan gangguan ini terutama disebabkan terganggunya jalur logistik internasional, terutama jalur yang melewati Selat Hormuz. Jalur ini dikenal sebagai salah satu titik vital perdagangan global, termasuk pasokan energi.
Dampak tersebut juga akan berimbas pada biaya produksi dan distribusi di sektor industri yang bergantung pada komoditas tersebut. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyiapkan langkah mitigasi untuk menjaga stabilitas pasokan logistik dalam negeri, khususnya untuk energi.
“Hal ini penting agar industri manufaktur dan pangan tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya,” ujar Sanny kepada Katadata.co.id, Senin (23/6).
Ia menekankan, tingkat dampak kenaikan biaya produksi sangat bergantung pada posisi masing-masing pelaku usaha dalam rantai pasok. Namun demikian, keempat komoditas yang menjadi perhatian pengusaha saat ini masih sangat bergantung pada impor.
Sanny menilai, perang ini berpotensi mengganggu pasokan komoditas impor dari kawasan Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Ia menekankan bahwa dalam menjaga ketahanan industri membutuhkan kolaborasi dan respons cepat yang terkoordinasi.
Lonjakan Harga Energi Jadi Ancaman Utama
Selain gangguan logistik, pelaku usaha juga mewaspadai lonjakan harga minyak global. Sekitar 20% pasokan minyak dunia melewati Selat Hormuz, sehingga konflik di kawasan itu langsung memengaruhi harga energi.
“Sebagai negara importir BBM, Indonesia sangat sensitif terhadap fluktuasi harga energi global. Kenaikan harga minyak otomatis meningkatkan biaya logistik nasional,” kata Sanny.
Ia menyebut sektor industri padat karya sebagai kelompok yang paling rentan terdampak. Dengan margin keuntungan yang tipis dan ketergantungan tinggi pada biaya logistik, lonjakan harga energi bisa memperburuk kondisi sektor yang saat ini masih berupaya bertahan di tengah ketidakpastian global.
"Situasi ini akan memperberat kondisi sektor yang sedang berjuang untuk bertahan," katanya.
Data dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia menunjukkan, impor gandum Indonesia tahun lalu mencapai 3 juta ton, atau sekitar 25% dari total kebutuhan nasional. Ukraina, salah satu pemasok utama dari kawasan Eropa, menyumbang sekitar 2,58 juta ton.
Meski demikian, sejak 2021 posisi pemasok utama gandum Indonesia telah bergeser ke Australia. Tahun lalu, impor gandum dari Australia mencapai 3,09 juta ton, menjadikannya sumber terbesar kebutuhan gandum domestik.
