Pengusaha Waswas Perang Iran-Israel Ganggu Pasokan Gandum, Gas, Kedelai dan BBM

Andi M. Arief
23 Juni 2025, 14:54
Perang
ANTARA FOTO/Fauzan/foc.
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (19/12/2024). Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa surplus neraca dagang Indonesia pada November 2024 senilai 4,42 miliar dolar AS atau lebih tinggi 2,01 miliar dolar AS dibandingkan November 2023 sekaligus mempertahankan tren surplus sejak Mei 2020.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan bahwa perang Iran-Israel mulai berdampak pada rantai pasok global, termasuk ke Indonesia. Sejumlah komoditas strategis seperti gandum, kedelai, gas, dan bahan bakar minyak (BBM) terancam terganggu akibat meningkatnya tensi geopolitik tersebut.

Wakil Ketua Umum Apindo Sanny Iskandar menjelaskan gangguan ini terutama disebabkan terganggunya jalur logistik internasional, terutama jalur yang melewati Selat Hormuz. Jalur ini dikenal sebagai salah satu titik vital perdagangan global, termasuk pasokan energi.

Dampak tersebut juga akan berimbas pada biaya produksi dan distribusi di sektor industri yang bergantung pada komoditas tersebut. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyiapkan langkah mitigasi untuk menjaga stabilitas pasokan logistik dalam negeri, khususnya untuk energi.

“Hal ini penting agar industri manufaktur dan pangan tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya,” ujar Sanny kepada Katadata.co.id, Senin (23/6).

Ia menekankan, tingkat dampak kenaikan biaya produksi sangat bergantung pada posisi masing-masing pelaku usaha dalam rantai pasok. Namun demikian, keempat komoditas yang menjadi perhatian pengusaha saat ini masih sangat bergantung pada impor.

Sanny menilai, perang ini berpotensi mengganggu pasokan komoditas impor dari kawasan Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Ia menekankan bahwa dalam menjaga ketahanan industri membutuhkan kolaborasi dan respons cepat yang terkoordinasi.

Lonjakan Harga Energi Jadi Ancaman Utama

Selain gangguan logistik, pelaku usaha juga mewaspadai lonjakan harga minyak global. Sekitar 20% pasokan minyak dunia melewati Selat Hormuz, sehingga konflik di kawasan itu langsung memengaruhi harga energi.

“Sebagai negara importir BBM, Indonesia sangat sensitif terhadap fluktuasi harga energi global. Kenaikan harga minyak otomatis meningkatkan biaya logistik nasional,” kata Sanny.

Ia menyebut sektor industri padat karya sebagai kelompok yang paling rentan terdampak. Dengan margin keuntungan yang tipis dan ketergantungan tinggi pada biaya logistik, lonjakan harga energi bisa memperburuk kondisi sektor yang saat ini masih berupaya bertahan di tengah ketidakpastian global.

"Situasi ini akan memperberat kondisi sektor yang sedang berjuang untuk bertahan," katanya.

Data dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia menunjukkan, impor gandum Indonesia tahun lalu mencapai 3 juta ton, atau sekitar 25% dari total kebutuhan nasional. Ukraina, salah satu pemasok utama dari kawasan Eropa, menyumbang sekitar 2,58 juta ton.

Meski demikian, sejak 2021 posisi pemasok utama gandum Indonesia telah bergeser ke Australia. Tahun lalu, impor gandum dari Australia mencapai 3,09 juta ton, menjadikannya sumber terbesar kebutuhan gandum domestik.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...