Kasus Beras Oplosan, Mentan Sebut Satu Perusahaan Tarik Semua Produk dari Pasar
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman mengatakan satu perusahaan terduga pelaku beras oplosan telah menarik dan mengganti seluruh produknya di pasar. Kegiatan tersebut dilakukan setelah pemeriksaan 20 merek beras oleh kepolisian rampung.
Amran tidak menjelaskan lebih lanjut identitas perusahaan yang dimaksud. Namun Amran menekankan perbaikan seluruh produsen beras penting untuk mengangkat kesejahteraan petani dan mendorong daya beli masyarakat.
"Kemarin kami periksa beberapa perusahaan, sebagian sudah menarik dan mengganti harganya di pasaran agar sesuai aturan standar dan kualitas," kata Amran di Gedung DPR, Rabu (16/7).
Amran menyampaikan penegak hukum akan kembali memeriksa 40 merek beras yang dijual di pasar. Secara total, jumlah merek yang diduga melanggar ketentuan standar dan kualitas beras mencapai 212 unit.
Menurutnya, angka pelanggaran tersebut ditemukan setelah 13 laboratorium uji kualitas independen melakukan pemeriksaan. Salah satu dari 13 lab tersebut dikelola oleh perusahaan negara bidang inspeksi, pengujian, sertifikasi, konsultasi, dan pelatihan, yakni PT Sucofindo.
Secara rinci, 13 lab tersebut mengambil sampel pada 136 merek beras premium pada paruh pertama tahun ini. Hasilnya, 85% memiliki mutu yang tidak sesuai, hampir 60% dijual di atas harga eceran tertinggi, dan 21% memiliki berat yang tidak sesuai dengan kemasan.
Amran menilai pelanggaran tersebut menjadi pemicu utama mayoritas atau 91,1% beras medium di pasar dijual di atas HET. Sementara itu, 43% beras premium kini dilego lebih dari Rp 14.900 per kilogram atau di atas HET.
"Beberapa hari yang lalu, Kementerian Perdagangan turun tangan dan hasil pemeriksaannya tidak jauh berbeda. Dari 10 sampel yang diambil, sembilan tidak sesuai aturan," katanya.
Amran menghitung ketidaksesuaian harga tersebut telah merugikan masyarakat senilai Rp 99,35 triliun per tahun. Amran menyampaikan pelanggaran tersebut telah dilakukan setidaknya sejak 2017.
Sebab, Amran mengaku pernah menemukan pelanggaran standar beras saat pertama kali menjabat sebagai Menteri Pertanian bersama aparat penegak hukum. Saat itu, pemangku kepentingan memberikan sanksi penutupan pabrik dengan maksud menimbulkan efek jera.
"Praktek pelanggaran standar beras ini sudah berlangsung lama. Angka kerugian masyarakat pasti bukan sekitar Rp 100 triliun, tapi di atas itu kalau dilacak secara historis," ujarnya.
Amran menjelaskan kerugian yang dimaksud adalah konsumen merogoh kocek lebih untuk produk dengan kualitas rendah. Alhasil, kerugian dari pembelian beras di bawah kualitas medium mencapai Rp 65,14 triliun per tahun, sementara untuk pembelian beras premium di bawah kualitas sekitar Rp 34,21 triliun.
Amran menduga beras medium maupun beras premium dicampur dengan beras curah agar biaya produksi lebih murah. Namun Badan Pangan Nasional hanya mengklasifikasikan kualitas beras menjadi empat kelas, yakni premium, medium, submedium, dan pecah.
"Jadi, ini beras curah yang dibungkus dengan kemasan premium. Kami telah ada foto buktinya dan sudah diserahkan ke penegak hukum. Jadi, harga berasnya naik, bukan kualitasnya yang naik," katanya.
