Mentan dan Bapanas Beda Pendapat soal Penyebab Harga Beras Tinggi

Andi M. Arief
16 Juli 2025, 17:14
Pedagang beras menjajakan dagangannya di Pasar Panakkukang, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (2/7/2025). Pedagang mengaku harga beras premium maupun medium mengalami kenaikan Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram akibat kurangnya stok yang masuk ke pasar-pa
ANTARA FOTO/Hasrul Said/bar
Pedagang beras menjajakan dagangannya di Pasar Panakkukang, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (2/7/2025). Pedagang mengaku harga beras premium maupun medium mengalami kenaikan Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram akibat kurangnya stok yang masuk ke pasar-pasar, sementara pihak Bulog Sulsel telah mengusulkan ke Badan Pangan Nasional (Bapanas) agar penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) bisa dipercepat guna menekan naiknya harga beras di tingkat pengecer.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman mengakui ada peningkatan kompetisi pembelian gabah antara penggilingan swasta dan Perum Bulog. Namun hal tersebut bukan menjadi penyebab tingginya harga beras di pasar saat ini.

Amran menilai peningkatan persaingan pembelian gabah tersebut tidak terjadi selama panen raya atau Maret-Mei 2025. Sebab, 21 dari 30 provinsi produsen beras menunjukkan harga gabah di bawah ketentuan harga pokok produksi pemerintah senilai Rp 6.500 per kilogram.

"Sebanyak 70% daerah penghasil gabah tidak mengalami peningkatan harga gabah di tingkat petani pada Maret-Mei 2025. Mungkin peningkatan kompetisi tersebut ada pada waktu dan lokasi tertentu, namun tidak selama panen raya," kata Amran di Gedung DPR, Rabu (16/7).

Selain itu, Amran berargumen Bulog hanya menyerap kelebihan produksi beras selama paruh pertama. Badan Pusat Statistik mendata produksi beras pada Januari-Juni 2025 naik sekitar 14%  atau 3 juta ton secara tahunan.

Amran mencatat Bulog hanya menyerap 2 juta ton dari surplus produksi tersebut. Dengan kata lain, proses pengiriman reguler gabah dari sawah ke penggilingan tidak terganggu.

"Karena itu, argumen peningkatan kompetisi pembelian gabah akibat naiknya serapan beras oelh Bulog tidak boleh dijadikan dasar penjelasan kondisi naiknya harga beras secara nasional," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi  mengakui pembelian gabah oleh pabrik penggilingan pada paruh pertama tahun ini ugal-ugalan. Pasalnya, setiap pabrik penggilingan menetapkan harga lebih tinggi dari pabrik lainnya agar bisa mendapatkan gabah.  

Dia mengakui kondisi tersebut membuat harga gabah pada Januari-Juni 2025 tinggi dan baik untuk petani. Namun fenomena tersebut membuat harga gabah di bawah harga pokok produksi beras premium.

 "Pabrikan sudah tahu harga maksimum beras premium adalah Rp 14.900 dengan batas atas harga gabah Rp 7.500 per kg. Kalau harga gabah di pasar sudah sampai Rp 7.800 per kg, bagaimana pabrik mau untung?" kata Arief di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Selasa (15/7).  

Arief memberikan sinyal tingginya harga gabah pada paruh pertama tahun ini disebabkan oleh strategi pembelian yang salah. Sebab, pabrikan tidak menggenjot pembelian gabah selama panen raya pada Maret-April 2025.

Dia mendata produksi gabah Maret-April 2025 menembus 10 juta ton atau naik lebih dari 40% secara tahunan. Namun para pabrikan penggilingan tidak melakukan penggudangan untuk stok produksi pertengahan tahun ini.  

"Peraturan Menteri Perdagangan mengizinkan pabrik penggilingan menyetok gabah maksimum tiga kali volume penjualan. Kegiatan tersebut bukan menimbun, tapi menyimpan bahan baku sampai panen selanjutnya," katanya.

Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia atau Perpadi, Sutarto Alimoeso, mengungkap penyebab maraknya beras premium oplosan yang terjadi saat ini.  Salah satu alasan pelanggaran kualitas beras oleh produsen beras tersebut adalah minimnya produksi sehingga membuat kompetisi tidak sehat antar perusahaan penggilingan gabah.

Sutarto mengatakan kompetisi tidak sehat tersebut dibarengi dengan tidak ada penyesuaian harga eceran tertinggi setelah adanya peningkatan aturan Harga Pokok Produksi Gabah dari Rp 6.000 per kg menjadi Rp 6.500 per kg. Kondisi tersebut menyebabkan pihak-pihak tertentu melakukan pelanggaran karena takut melanggar HET beras medium dan menutup kerugian pembelian gabah.

"Namun yang jelas pasti tidak semua perusahaan penggilingan gabah melakukan pelanggaran standar kualitas beras," kata Sutarto kepada Katadata.co.id, Selasa (15/7).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...