Sektor ESDM Sumbang Rp 400 Triliun ke Kas Negara, Didominasi Minerba

Mela Syaharani
31 Juli 2025, 20:02
Sejumlah kapal tongkang memuat batu bara melakukan lego jangkar di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (18/2/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Januari 2025 sebesar 21,45 miliar dolar AS atau turun 8,56
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Sejumlah kapal tongkang memuat batu bara melakukan lego jangkar di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (18/2/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Januari 2025 sebesar 21,45 miliar dolar AS atau turun 8,56 persen dibandingkan Desember 2024 (month to month) yang disebabkan oleh penurunan nilai ekspor nonmigas terutama pada komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta bijih logam terak dan abu.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan sektor energi menyumbang Rp 400 triliun per tahun kepada negara. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Tri Winarno mengatakan angka tersebut terdiri dari perolehan total pajak, non-pajak, dan lain-lain.

“Dari seluruh sektor ESDM, kontribusinya itu sekitar Rp 400 triliun setiap satu tahun, meliputi pajak-pajak dan lain sebagainya,” kata Tri dalam acara Energi dan Mineral Festval 2025, Kamis (31/7).

Dia menyampaikan dari jumlah tersebut, sektor yang paling banyak menyumbang adalah anak mineral dan batu bara, diikuti migas.

“Batu bara itu sekitar Rp 100 triliun, migas Rp 100 triliun lebih sekian. Jika ditotal penerimaan minerba lebih tinggi,” ujarnya.

Selain penerimaan negara Tri juga menyebut perolehan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor minerba. Berdasarkan data per 15 Juli 2025, jumlahnya sebanyak Rp 71 triliun atau mencapai 57,26% dari target Rp 124 triliun. 

Sementara untuk sektor migas menurut data per 31 Juli 2025 sebesar Rp 39 triliun atau 30% dari target yang ditetapkan Rp 130 triliun. Dia mengatakan perolehan PNBP sektor ESDM hingga Juli tahun ini memang menurun dibandingkan periode yang sama pada 2024. Hal ini disebabkan oleh penurunan harga dan produksi komoditas energi.

“Kalau produksinya turun, harganya turun, otomatis pendapatannya juga turun,” ucapnya.

Penerimaan Hulu Migas Berpotensi Tak Capai Target

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebelumnya memproyeksi penerimaan negara dari sektor hulu migas tahun ini tidak akan mencapai target APBN. 

Pemerintah menargetkan penerimaan dari sektor ini sebesar US$ 13,03 miliar atau setara Rp 212,45 triliun pada 2025. Namun hingga semester I, realisasi baru mencapai US$ 5,88 miliar atau 45,1%. 

Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan proyeksi penerimaan hingga akhir tahun hanya akan menyentuh US$ 10,83 miliar atau 83,1% dari target. Ia menyebut penyebab utamanya adalah harga minyak yang lebih rendah dari asumsi APBN.

“Harga minyak di APBN dipatok US$ 82 per barel, realisasinya rata-rata hanya US$ 69 per barel. Otomatis (target penerimaan tidak akan tercapai) karena harga minyaknya rendah,” kata Djoko dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (21/7).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...