Pemerintah Naikkan HET Beras Medium, Wacana Penerapan Beras Satu Harga Berlanjut
Badan Pangan Nasional (Bapanas) memastikan rencana penetapan beras satu harga tetap berlanjut meski Pemerintah baru saja menaikkan harga eceran tertinggi (HET) bagi beras jenis Medium.
“Akan tetap dijalankan, sudah perintah dari Bapak Menko Pangan dalam rapat koordinasi terbatas,” kata Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa saat ditemui di kantor Ombudsman RI, Selasa (26/8).
Ketut mengatakan tujuan pemerintah mengubah HET beras medium untuk menghapus selisih atau disparitas harga antara beras medium dan premium yang rencananya akan dilebur menjadi satu jenis beras saja.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Nomor 299 Tahun 2025 tanggal 22 Agustus 2025 tentang Penetapan Harga Ecaran Tertinggi Beras, HET beras medium naik menjadi Rp 13.500 per kg dari yang sebelumnya Rp 12.500 per kg.
“Kalau kemarin itu HET keduanya agak jauh, membuat masyarakat lebih memilih premium dibandingkan medium. Dengan perubahan HET medium, kami harapkan akan lebih seimbang,” ujarnya.
Terkait nasib kelanjutan keputusan HET beras satu harga, Ketut meminta masyarakat untuk memantau perkembangan ke depan. Sebab HET beras satu harga ini harus melalui pengambilan keputusan secara bersama-sama oleh seluruh pihak.
“Pokoknya kami sifatnya menunggu, arahnya adalah satu harga beras, itu yang sudah pasti. Nanti bentuknya seperti apa, kami akan duduk dan berbincang dengan semua stakeholders,” ucapnya.
Dia mengatakan selama belum ada keputusan terkait beras satu harga, maka berasan HET untuk beras medium dan premium masih akan terus berlaku.
Alasan label beras premium dan medium dihapus
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, menjelaskan pertimbangan wacana penghapusan standar beras premium dan medium adalah agar subsidi pemerintah tepat sasaran. Sebab, subsidi beras berkontribusi hingga 48% dari total subsidi pangan yang mencapai Rp 150 triliun per tahun.
Amran menghitung pemerintah mengeluarkan sekitar Rp 60 triliun untuk membantu produksi beras di dalam negeri. Menurutnya, pemerintah mensubsidi beras lokal dengan berbagai bentuk, seperti pupuk, alat mesin pertanian, irigasi, hingga benih.
"Kami ingin mengunci seluruh beras yang disubsidi negara agar harganya dapat dikontrol, diintervensi, dan ditentukan, tapi pengusaha beras lokal tetap untung," kata Amran dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Kamis (20/8).
Amran menilai intervensi pemerintah dalam produksi penting mengingat beras merupakan pangan vital di dalam negeri. Karena itu, Amran menemukan masyarakat cukup sensitif terhadap fluktuasi harga beras di pasar.
Dia menyampaikan ada pilihan lain agar subsidi negara dalam produksi beras, yakni pengecualian sektor swasta. Menurutnya, pengusaha dapat menentukan harga beras sendiri namun seluruh fasilitas produksi beras harus dimiliki sendiri, seperti tanah, alat dan mesin pertanian, benih, dan pupuk.
"Mereka akan menggunakan metode komersial, harganya terserah mereka untuk melayani permintaan masyarakat berpendapatan menengah atau tinggi," katanya.
