Alasan MRT Jakarta Kembangkan TOD Dukuh Atas: Genjot Pendapatan Non-Tiket

Andi M. Arief
9 Oktober 2025, 08:27
dukuh atas,
ANTARA FOTO/Reno Esnir/app/foc.
Sejumlah penumpang berjalan berpindah peron di Stasiun KA Karet yang bersebelahan dengan Stasiun KA BNI City, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

PT MRT Jakarta akan mengembangkan Kawasan Transportasi Terintegrasi atau TOD Dukuh Atas untuk menggenjot pendapatan non-tiket. Operator memproyeksikan tingginya lalu lintas masyarakat di kawasan ini akan mendorong minat pengusaha menyewa ruang atau kios.

Direktur Pengembangan Bisnis MRT Jakarta Farchad H. Mahfud memperkirakan jumlah pengunjung TOD Dukuh Atas mencapai 80 ribu, dan menjadi 160 ribu pada 2030 pasca-rampungnya pengembangan.

"Jembatan hasil pengembangan TOD Dukuh Atas ini bukan hanya fasilitas publik, tapi ada fungsi komersial. Dengan demikian, infrastruktur ini bisa menutupi biaya operasional sendiri dan menjadi sumber pendapatan baru," kata Farchad di kantornya, Rabu (8/10).

Farchad mengungkapkan bentuk pengembagan TOD Dukuh Atas yakni bangunan dua tingkat berbentuk lingkaran di atas Jl. MH. Thamrin. Bangunan ini akan berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan lima moda transportasi umum di kawasan itu.

Ia yakin pengembangn TOD Dukuh Atas akan mengembalikan karakter pengusahaan transportasi umum, yakni diinisiasi pihak swasta. Oleh karena itu, Farchad berencana pengembangan proyek ini tidak menggunakan anggaran negara maupun daerah.

Sebagian pendanaan proyek TOD Dukuh Atas akan berasal dari grant asal Jepang.

MRT Jakarta telah menandatangani tujuh dokumen perjanjian di Jepang pada tahun lalu senilai Rp 11 triliun, salah satunya pengembangan TOD Dukuh Atas bersama Hankyu Hanshin Properties dan Mitsubishi Jisho Design.

"Kami ingin membuktikan bahwa proyek transportasi umum bisa didanai penuh oleh pihak swasta sebelum 2045. Harusnya bisa," katanya.

Berdasarkan laporan keuangan MRT Jakarta, mendapatan non-tiket lebih tinggi dari pendapatan tiket, yakni Rp 332,01 miliar. Namun angka ini baru berkontribusi 23,95% dari total pendapatan MRT Jakarta 2024 Rp 1,38 triliun.

Mayoritas atau 41,71% dari pendapatan non-tiket yang berasal dari hak penamaan stasiun Rp 138,49 miliar. Pendapatan dari kerja sama sewa hanya berkontribusi 6,5% ke pendapatan non-tiket atau Rp 21,6 miliar.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...