Wacana DMO Emas, Strategi Pemerintah Atasi Krisis Pasokan di Antam
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengkaji penerapan kewajiban alokasi untuk pasar domestik alias DMO bagi komoditas emas. Kebijakan ini demi membantu PT Aneka Tambang Tbk alias Antam yang sedang kekurangan pasokan emas.
Perusahaan yang berada di bawah holding industri pertambangan, MIND ID, tersebut menargetkan penjualan emas mencapai 45 ton pada 2025. Namun, pasokan domestik hanya dapat memenuhi sekitar 5 ton.
Kondisi kurangnya pasokan ini terjadi karena tambang PT Freeport Indonesia belum beroperasi usai terjadi longsor di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave atau BCG di Tembagapura, Papua Tengah, pada September lalu.
Antam dan Freeport sebenarnya telah menandatangani kerja sama pembelian 30 ton emas per tahun. Kontrak selama lima tahun ini bernilai US$ 12,5 miliar atau lebih Rp 200 triliun.
Pengiriman perdana telah berlangsung pada 13 Februari 2025. Antam mendapatkan 125 kilogram emas senilai Rp 207 miliar dengan kemurnian 99,99%. Namun, pengiriman itu terhenti pascalongsor di tambang Grasberg.
Pabrik pemurnian atau smelter Freeport tidak mendapat pasokan bahan baku untuk menghasilkan emas. Padahal dari 3 juta konsentrat tembaga yang diolah, perusahaan dapat menghasilkan 50 sampai 60 ton emas.
"Kami sedang membahas, mengkaji dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Tri Winarno) langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan emas Antam,” kata Meteri ESDM Bahlil Lahadalia di kantornya, Jakarta, Selasa (14/10).
Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia mengatakan rencana DMO emas ini perlu dibicarakan dengan pengusaha, agar bisa mencapai keseimbangan. “Kalaupun DMO itu seyogyanya mengacu pada harga pasar. Ini yang sedang didiskusikan dengan pemerintah,” kata Hendra saat ditemui di Minerba Convex 2025, Jakarta.
Upaya Antam Dapatkan Pasokan Emas
Direktur Utama Antam Achmad Ardianto sebelumnya mengatakan impor 30 ton emas tahun ini berasal dari Singapura dan Australia. Perusahaan terpaksa melakukannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam negeri.
Saat ini tambang emas milik Antam di Pongkor, Jawa Barat, hanya bisa memproduksi 1 ton emas dalam satu tahun. Sedangkan, realisasi penjualan emas Antam pada 2024 berada di angka 43 ton.
Untuk merealisasikan target penjualan, Antam juga memanfaatkan emas yang dijual masyarakat ke perusahaan alias buyback. “Itu (buyback) menjadi sumber bagi kami untuk dicetak dengan versi yang baru, tetapi hanya dapat 2,5 ton dalam setahun. Kami masih kekurangan emas,” kata Ardianto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR beberapa waktu lalu dikutip dari Antara.
Langkah lain yang ditempuh untuk memperoleh emas adalah dengan mengajukan penawaran pembelian kepada perusahaan-perusahaan yang memurnikan emasnya di Antam. Akan tetapi, penawaran tersebut jarang menemui titik kesepakatan, sebab tersandung oleh pajak dan tidak ada kewajiban perusahaan tambang untuk menjual emas kepada Antam. “Karena itu Antam masuk ke opsi ketiga (impor emas),” ujarnya.
Ardianto memastikan emas yang diimpor dari perusahaan yang terafiliasi dengan London Bullion Market (LBMA) yang berlokasi di Singapura maupun Australia dan membelinya dengan harga pasar. “Kenapa Antam impor? Terpaksa, karena kebutuhan masyarakat besar, sementara sumbernya tidak ada,” ujarnya
Ia sekaligus menegaskan Antam tidak mengekspor emas ke luar negeri. Kegiatan tersebut dilakukan perusahaan-perusahaan tambang emas lainnya yang ada di Indonesia.
Pasokan Emas Indonesia
Laporan United States Geological Survey menunjukkan, cadangan emas dunia diestimasikan menyentuh 64 ribu metrik ton pada 2024. Pemilik cadangan terbesar adalah Australia dan Rusia dengan volume yang sama besar, yakni 12 ribu metrik ton. Disusul Afrika Selatan di posisi ketiga yang mengantongi cadangan sebesar 5 ribu metrik ton.
Indonesia menempati posisi keempat dengan cadangan menyentuh 3.600 ton. Selain memiliki cadangan terbesar, produksi emas dari Indonesia pun tak kalah besar, yakni mencapai 100 metrik ton pada 2024, menjadi yang tertinggi ke-10.
Tambang emas terbesar berada di Grasberg, Papua. Wilayah ini juga menjadi tambang emas terbesar ketiga di dunia berdasarkan produksi pada 2021. Selain Grasberg, produksi emas nasional juga berasal dari beberapa area lainnya, antara lain Batu Hijau (Nusa Tenggara Barat) dan Martabe (Sumatra Utara).
