Rapor Kuning Setahun Prabowo - Gibran: Minim Dampak ke Ekonomi Riil
Pemerintahan Prabowo-Gibran menilai telah memenuhi janji politik terkait perekonomian pada tahun ini, seperti program Makan Bergizi Gratis, Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih, dan penciptaan lapangan kerja. Namun pelaksanaan program tersebut masih dianggap tidak memberikan efek nyata ke perekonomian saat ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan pihaknya telah menjalankan beberapa program prioritas, seperti MBG, Kopdes, dan Cek Kesehatan Gratis. Dengan demikian, seluruh program dan target perekonomian yang dijanjikan Presiden Prabowo Subianto saat masa kampanye telah dilakukan.
"Presiden Prabowo kemarin mengatakan 99,9% dari program prioritas beliau sudah dilaksanakan di lapangan," kata Airlangga di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Senin (20/10).
Menanggapi hal itu, Pakar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Danang Girindrawardana mengatakan Kepala Negara telah meluncurkan program kerja yang menyasar perekonomian akar rumput. Namun, mayoritas program tersebut masih belum memiliki dampak riil di lapangan.
Danang mencontohkan program Kopdes, Desa Nelayan Merah Putih, dan Sekolah Rakyat yang belum menunjukkan hasil riil ke perekonomian di daerah. Selain itu, Danang menilai harus ada reformasi tata kelola dan manajemen dalam pelaksanaan program MBG di lapangan agar menghindari kasus keracunan lebih lanjut.
Dengan demikian, Danang menilai program prioritas milik Prabowo belum menghasilkan dampak ekonomi riil, khususnya penciptaan lapangan kerja.
"Menurut saya, rapor Prabowo selama setahun ke belakang berwarna kuning mendekati merah. Sebab, setahun ini tidak ada capaian yang cukup baik dari sisi ketenagakerjaan, angka kemiskinan, dan iklim investasi. Ini yang harus jadi perhatian besar pemerintah," kata Danang kepada Katadata.co.id, Senin (20/10).
Danang menilai permasalahan dalam penerbitan kebijakan bidang ekonomi pemerintahan saat ini adalah parameter dalam pengambilan data. Menurunya, pemerintah masih menggunakan patokan pengambilan data pada 1990-an yang akhirnya mendistorsi basis data pengambilan kebijakan.
Salah satu parameter yang dimaksud adalah definisi tenaga kerja menurut Organisasi Buruh Internasional atau ILO, yakni tenaga kerja adalah orang yang bekerja setidaknya 1 jam selama sepekan. Danang meyakini parameter tersebut membuat angka tenaga kerja tidak mencerminkan kondisi riil.
Danang mengatakan pengubahan parameter pengambilan data dapat dengan mudah mengubah rapor pemerintahan Prabowo-Gibran ke warna hijau. Sebab, kebijakan yang diterbitkan akan didasarkan pada kondisi nyata di lapangan.
"Parameter pengambilan data harus diubah agar pembuatan kebijakan bisa baik. Buat apa angka perekonomian nasional bagus di atas kertas tapi tidak menggambarkan kondisi riil di lapangan?" ujarnya.
Danang yang juga menjabat sebagai Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berpendapat distorsi parameter pengambilan data tersebut akhirnya berdampak pada iklim investasi nasional. Hal tersebut tercermin dari rendahnya nilai mulainya berusaha di dalam negeri oleh Bank Dunia atau hanya 63,72 pada 2024. Angka tersebut lebih rendah dari capaian Vietnam senilai 65,47.
"EoDB ini cara atau indikator yang saat ini dipakai investor untuk mengukur kemudahan atau preferensi investasi di suatu negara. Kalau Indonesia tidak bisa memperbaiki angka EoDB, saya tidak bisa berharap satu tahun ke depan ini," katanya.
Walau demikian, Danang menilai pengusaha domestik masih optimistis dalam berinvestasi di dalam negeri. Sebab, Prabowo telah melakukan reformasi regulasi dalam kemudahan investasi selama setahun terakhir.
Pengusaha Apresiasi Aliran Dana Pemerintah Rp 200 Triliun
Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia menyatakan performa pemerintahan Prabowo-Gibran telah cukup memuaskan dalam meningkatkan iklim investasi di dalam negeri. Salah satu kebijakan yang jadi sorotan adalah penempatan dana pemerintah di bank milik negara senilai Rp 200 triliun.
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Investasi, Hilirisasi, Energi, dan Lingkungan Hidup Kadin Indonesia, Bobby Gafur Umar menilai penempatan dana pemerintah di bank dapat menekan suku bunga pinjaman. Selain itu, Bobby berpendapat dana tersebut dapat digunakan investor lokal sebagai sumber dana investasi pada tahun depan.
"Tugas pemerintah saat ini adalah bisa bekerja cepat untuk mendorong investasi. Sebagian program hilirisasi sudah jalan, seperti kelapa sawit dan minerba. Sektor investasi yang harus didorong pemerintah tahun depan adalah energi baru terbarukan," kata Bobby kepada Katadata.co.id.
Bobby mengatakan iklim investasi nasional kini lebih baik sejak diluncurkan Daya Anagata Nusantara atau Danantara. Sebab, Danantara dapat menggenjot parameter kelayakan usaha yang sebelumnya dinilai belum layak secara ekonomi.
Bobby mencatat potensi investasi sektor EBT masih tinggi lantaran realisasi EBT nasional baru 0,41% dari total potensi yang mencapai 3.600 gigawatt. Menurutnya, pemerintah harus memaksimalkan pihak swasta dalam memenuhi kebutuhan investasi bidang EBT senilai Rp 2.300 triliun hingga 2033.
"Pemerintah sudah membuat program investasi, tinggal bagaimana menarik investor untuk masuk, khususnya investor asing. Karena itu, salah satu faktor yang kami dorong untuk dijaga adalah kepastian hukum di dalam negeri," katanya.
