B50 Siap Diuji, Pemerintah Pilih Campuran FAME 50% dan Solar Pertamina
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM menjadwalkan uji jalan Biodiesel 50% atau B50 akan dimulai pada 3 Desember 2025. Tanggal tersebut dipilih setelah mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan dalam penggantian mesin kendaraan para pengguna.
Untuk diketahui, B50 merupakan bahan bakar nabati dari hasil pencampuran solar dan produk nabati sebesar 50%. Uji jalan B50 akan melibatkan enam jenis kendaraan dan ditargetkan rampung pada kuartal kedua tahun depan.
"Kami telah menghitung proses penyesuaian mesin terkait masa uji jalan B50 yang akan dilakukan secara serentak kepada enam jenis kendaraan, yakni kendaraan penumpang, kapal, truk di kawasan tambang, kereta api, genset, dan alat dan mesin pertanian," kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi di Indonesia Palm Oil Conference 2025, Kamis (13/11).
Eniya mengatakan pemerintah telah selesai melakukan uji lab terhadap tiga campuran B50, yakni 35% turunan minyak sawit berbentuk FAME dan 15% Hydrotreated Vegetable Oil (HVO), 40% FAME dan 10% HVO, dan 50% FAME. Menurutnya, ketiga campuran tersebut diuji terhadap dua jenis solar, yakni solar eksisting yang diproduksi PT Pertamina dan solar dengan kandungan sulfur rendah.
Dia menyampaikan kualitas B50 paling baik dihasilkan oleh pencampuran 35% FAME, 15% HVO, dan solar dengan kandungan sulfur rendah. Namun campuran tersebut akan mendongkrak harga biosolar di pasar lantaran biaya produksi HVO dua kali lebih tinggi dibandingkan FAME.
Karena itu, Eniya menyampaikan pemerintah memutuskan untuk menggunakan campuran 50% FAME dan solar besutan Pertamina dalam uji jalan yang dilakukan bulan depan. Harga biosolar hasil campuran tersebut lebih terjangkau, namun memiliki daya rusak mesin yang lebih besar 30% dari B40.
Di samping itu, Eniya menemukan hasil lab dari campuran B50 yang dipilih pemerintah menurunkan daya torsi kendaraan hingga 20%. Karena itu, Eniya mengaku pihaknya belum menentukan apakah program B50 akan diwajibkan bagi seluruh produsen solar atau tidak.
Namun Eniya menegaskan pemerintah hanya akan memberikan insentif kepada B50 dalam program Kewajiban Pelayanan Publik atau PSO. Dengan demikian, sebagian layanan perkeretaapian dan pertambangan akan menikmati harga B50 sesuai harga pasar.
Untuk diketahui, PT Pertamina menetapkan harga biosolar yang digunakkan pada program PSO senilai Rp 6.800 per liter pada bulan ini. Sementara itu, Pertamina menjual B40 tanpa subsidi dengan merek Dexlite dengan harga Rp 13.900 sampai Rp 14.200 per liter.
"Pemerintah akan tetap melepas harga B50 ke pasar untuk sektor yang tidak mendapatkan subsidi pemerintah, sebab pasar sudah menerima harga biosolar non-subsidi pada program mandatori B40," ujarnya.
