RI akan Banjir Impor Jagung Imbas Tarif AS: Peternak Bisa Untung, Petani Merana
Impor pertanian dari Amerika Serikat berpotensi menembus US$ 4,5 miliar per tahun. Hal itu karena pemerintah Negeri Paman Sam mewajibkan pemerintah Indonesia untuk meniadakan hambatan non tarif terhadap produk pertanian Amerika Serikat untuk mendapatkan tarif resiprokal umum sebesar 19%.
Seperti diketahui, salah satu syarat produk Indonesia mendapatkan tarif resiprokal adalah peningkatan nilai impor pertanian dari Amerika Serikat menjadi US$ 4,5 miliar. Angka tersebut lebih tinggi sekitar 55% dari realisasi impor pertanian asal Negeri Paman Sam senilai US$ 2,9 miliar pada tahun lalu.
"Penghilangan hambatan non tarif akan menciptakan free-flow produk pertanian Amerika Serikat ke Indonesia, salah satu komoditas yang akan masuk adalah Jagung. Sebab, harga jagung di dalam negeri kini 150% lebih tinggi dari harga jagung global," kata Soft Commodity Analyst Bloomberg Alvin Tai dalam Indonesia Palm Oil Conference, Jumat (14/11).
Alvin mengatakan harga jagung di Indonesia telah menembus Rp 6.000 per kilogram pada kuartal ketiga tahun ini. Menurutnya, angka tersebut setara dengan 150% lebih tinggi dari harga jagung yang datang dari Amerika Serikat.
Dia menjelaskan tingginya harga jagung di dalam negeri merupakan dampak dari ditutupnya keran impor jagung oleh pemerintah. Langkah tersebut diambil untuk melindungi petani jagung nasional, namun membuat peternak ayam di Indonesia harus menikmati harga pakan yang tinggi.
"Peniadaan hambatan non tarif akan membuka keran impor jagung dari Amerika Serikat dan membuat disparitas antara harga jagung Indonesia dan Amerika Serikat berkurang. Sebab, Amerika Serikat merupakan produsen jagung terbesar dunia. Hal ini akan menguntungkan bagi peternak ayam di Indonesia," katanya.
Petani Jagung Indonesia Khawatir Rugi
Di sisi lain, Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) mempertanyakan arah visi ketahanan pangan nasional menyusul kebijakan pembebasan bea masuk terhadap jagung asal Amerika Serikat. Langkah ini dinilai merugikan petani lokal dan dapat membuat mereka berhenti menanam jagung.
Ketua Umum APJI, Solahuddin menyebut rata-rata harga pokok produksi (HPP) jagung di dalam negeri berkisar Rp 4.000 hingga Rp 4.500 per kilogram. Sementara itu, jagung dari Negeri Paman Sam dijual sekitar Rp 3.500 per kg.
"Harga jagung di dalam negeri pasti akan turun menjadi Rp 3.700 per kg kalau jagung asal AS banyak di pasar. Masa petani masih mau tanam jagung wong jelas akan merugi. Pembebasan bea masuk jagung dari AS akan membahayakan keberlanjutan pangan kita," kata Solahuddin kepada Katadata.co.id, Kamis (31/7).
Menurutnya, daya saing jagung nasional masih kalah jauh dari produk impor karena tiga faktor utama yaitu efisiensi lahan, mekanisasi pertanian, dan keunggulan benih.
Mayoritas petani jagung lokal hanya mengelola lahan sempit, rata-rata 0,4 hektare. Sebaliknya, petani kecil di AS mampu menggarap lahan seluas 200 hektare. Dari sisi mekanisasi, satu petani di AS bisa memanen 90 hektare dalam satu hari
Sementara itu, 20 petani jagung di dalam negeri belum tentu dapat memanen lahan seluas 10 hektare dalam satu hari. Ia juga menyoroti penggunaan teknologi canggih dalam produksi jagung di AS.
"Belum lagi mereka menggunakan benih berteknologi tinggi yang telah mendapatkan perlakuan rekayasa genetik melalui teknologi nano," katanya.
