Harga CPO Berpeluang Sentuh US$ 1.300 per Ton, Analis Soroti Efek Mandatori B50
Harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar global diperkirakan akan bertahan di atas US$ 1.000 per ton pada tahun depan seiring pertumbuhan konsumsi yang melampaui produksi. Bahkan, harga CPO diproyeksikan menembus US$ 1.300 per ton pada paruh kedua 2026 jika pemerintah menerapkan program mandatori B50.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat rata-rata harga CPO global pada Januari–Oktober 2025 mencapai US$ 1.217 per ton. Angka tersebut diperkirakan sedikit menurun pada akhir tahun seiring peningkatan produksi domestik.
“Walau demikian, kami memproyeksikan harga CPO akan tetap tinggi hingga kuartal pertama tahun depan pada rentang US$ 1.050 sampai US$ 1.125 per ton,” kata Ketua Bidang Luar Negeri Gapki M. Fadhil Hasan dalam Indonesia Palm Oil Conference 2025, Jumat (14/11).
Fadhil yang juga pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut harga CPO akan ditentukan oleh enam faktor utama dari sisi pasokan dan permintaan.
Ia menjelaskan bahwa permintaan global CPO akan tertahan oleh empat faktor yaitu perjanjian perdagangan resiprokal Amerika Serikat, Undang-Undang Deforestasi Uni Eropa (EUDR), isu keberlanjutan di Cina, dan pajak impor India.
Dari sisi pasokan, ada dua faktor yang berpotensi mendisrupsi suplai CPO Indonesia ke pasar global, yaitu program mandatori B50 dan penyitaan lahan kebun sawit eksisting oleh pemerintah. Gapki mencatat total kebun yang telah disita mencapai 1,1 juta hektare.
Fadhil menilai kombinasi faktor-faktor tersebut membuat pasar CPO global semakin ketat akibat pertumbuhan permintaan yang tidak diimbangi produksi.
“Kami memprediksi harga CPO hingga akhir paruh pertama tahun depan akan berada di rentang US$ 1.050 sampai US$ 1.150 per ton,” katanya.
Proyeksi Analis CPO Global
Direktur Godrej International Ltd Dorab Mistry memberikan proyeksi yang lebih tinggi. Ia memperkirakan harga CPO global dapat mencapai RM 5.000 atau sekitar US$ 1.200 per ton pada November–Desember 2025, dan bertahan hingga paruh pertama tahun berikutnya.
Menurutnya, pada 2026 produksi CPO global hanya akan naik sekitar 4,2 juta ton, dipengaruhi minimnya peremajaan sawit rakyat di Indonesia.
Data Kementerian Pertanian menunjukkan luas kebun sawit yang menjalani program peremajaan pada 2025 hanya 23.271 hektare dari target 120.000 hektare, sementara realisasi 2017–2025 hanya mencapai 399.996 hektare atau 32% dari target 1,26 juta hektare.
Pada saat yang sama, permintaan global diperkirakan meningkat 6 juta ton, dengan 60% di antaranya berasal dari kebutuhan energi, termasuk tambahan serapan sekitar 2 juta ton CPO dari program B50.
“Jika pemerintah Indonesia menerapkan mandatori B50 atau melanjutkan penyitaan lahan, harga CPO global pasti akan mencapai RM 5.500 atau sekitar US$ 1.300 per ton,” kata Mistry.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Oil World Thomas Mielke menyampaikan proyeksi harga yang lebih agresif. Ia memperkirakan harga CPO global dapat mencapai US$ 1.260 per ton antara Desember 2025 hingga Mei 2026.
Menurut Mielke, dua momentum akan menjadi pendorong harga CPO, yakni pengumuman kebijakan biodiesel di Amerika Serikat serta kepastian implementasi B50 di Indonesia.
Harga CPO global juga akan bergerak sejalan dengan harga minyak kedelai di pasar ekspor. “Saya mengasumsikan program biodiesel di Amerika Serikat akan diumumkan dalam 3–4 pekan ke depan. Saya kira prediksi saya sangat mungkin terjadi,” ujarnya.
Momentum berikutnya adalah keputusan pemerintah Indonesia terkait mandatori B50, yang diperkirakan akan diumumkan pada pertengahan tahun depan.
Selain faktor kebijakan, Mielke menilai harga CPO saat ini berada di bawah nilai intrinsiknya atau undervalued, sehingga berpotensi memasuki tren bullish pada 2026.
“Harga CPO di Indonesia akan menyentuh US$ 1.300 per ton dengan asumsi peningkatan campuran biodiesel di Indonesia diimplementasikan sebelum pertengahan 2026,” kata Mielke.
