Tiongkok Keluarkan Jurus Baru Dongkrak Ekonomi di Tengah Perang Dagang
Bank Sentral Tiongkok memutuskan untuk memangkas kewajiban rasio cadangan yang harus ditempatkan bank komerisal pada bank sentral sebesar 0,5%. Kebijakan tersebut dirilis guna memberikan stimulus pada perekonomian Negara Tembok Raksasa itu di tengah perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari South China Morning Post, penurunan kewajiban rasio cadangan ini akan meningkatkan kapasitas pinjaman bank dan menurunkan biaya dana perbankan. Stimulus ekonomi ini akan diterapkan mulai 16 September 2019 dan diperkirakan memberikan tambahan likuiditas pada perbankan untuk menyalurkan pinjaman hingga mencapai 900 miliar yuan atau sekitar Rp 1.783 triliun.
Bank Sentral Tiongkok bahkan memberikan kelonggaran rasio cadangan lebih besar pada bank-bank komersial diperkotaan yang berlaku mulai 15 Oktober 2019.
Kebijakan ini dirilis setelah pemerintah mengumumkan awal pekan ini niatnya untuk meningkatkan langkah-langkah stimulus ekonomi. Saat ini, ekonomi terbesar kedua di dunia itu menghadapi peningkatan tekanan ke bawah di tengah meningkatnya perang dagang dengan Amerika Serikat.
(Baca: Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Terus Melambat Hingga 2022)
Pada pertemuan eksekutif pada hari Rabu, Dewan Negara yang diketuai oleh Perdana Menteri Li Keqiang memerintahkan lebih banyak investasi dan dukungan kredit untuk meningkatkan perekonomian, secara eksplisit menyebutkan pemotongan persyaratan cadangan bank serta mengurangi suku bunga pasar.
Pasar mengharapkan Bank Sentral Tiongkok untuk memotong suku bunga pada fasilitas pinjaman jangka menengah, yang menyediakan dana murah untuk pasar antar bank, akhir bulan ini.
Perang dagang antara Tiongkok dan AS kembali memanas seiring aksi kedua negara yang memberlakukan tarif impor baru satu sama lain pada Minggu (1/9).
(Baca: Tensi Perang Dagang AS-Tiongkok Mereda, Rupiah Dibuka Menguat)
Washington mengenakan tarif 15% pada sejumlah barang impor Tiongkok. Sementara Tiongkok membalas dengan mengenakan tarif impor pada minyak mentah AS. Tiongkok juga mengadukan AS pada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait tarif impor AS.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bahkan dikabarkan sempat marah besar saat mendengar Tiongkok mengenakan tarif pada produk-produk AS, sebagai balasan kebijakan tarif yang dilakukan Gedung Putih. Ia bahkan mengusulkan kepada para pembantunya untuk menggandakan tarif impor pada barang-barang Tiongkok.
Namun, ketegangan perang dagang mulai mereda usai AS dan Tiongkok sepakat untuk kembali melakukan negosiasi mulai Oktober.