Skandal Korupsi 1MDB yang Menyeret Najib Razak dan Korporasi Global
Skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB) adalah skandal politik terbesar dalam sejarah Malaysia. Kasus korupsi yang melibatkan pelobi dan sejumlah korporasi global itu masih menjadi sorotan dunia hingga saat ini.
Yang terbaru, Presiden Grup Alibaba Michael Evans menghadapi dakwaan hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda minimal 100 ribu euro. Evans terlibat kasus ini ketika masih menjadi direksi Goldman Sachs. Selain Evans, ada 16 orang lainnya dari Goldman yang terbelit kasus ini.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan skandal 1MDB? Kisah ini bermula dari 1MDB yang dibentuk pemerintahan Najib pada 2009 untuk mempromosikan pembangunan di Malaysia. Najib duduk sebagai Dewan Penasihat di perusahaan ini.
Menurut Bloomberg, proyek awal 1MDB adalah membeli sejumlah pembangkit listrik swasta dan merencanakan pembangunan distrik keuangan baru di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk membiayai proyek-proyek itu, 1MDB menerbitkan surat utang senilai US$ 11,73 miliar yang dibeli oleh investor asing.
Surat utang yang diterbitkan 1MDB pada 2013 senilai US$ 3 miliar dan dijamin oleh negara dipasarkan oleh Goldman Sachs. Dari transaksi tersebut, Goldman diperkirakan mendapatkan komisi sebesar US$ 300 juta.
Majlis Raja-raja di Malaysia kemudian meminta pemerintah menginvestigasi kasus ini karena menimbulkan krisis kepercayaan di kalangan masyarakat. Sebagian besar utang yang diperoleh ternyata digunakan untuk kegiatan pencucian uang. Pada 2015, Najib didakwa telah menyalurkan dana lebih dari RM 2,67 miliar atau sekitar Rp 9 triliun dari 1MDB ke rekening pribadinya.
Najib pun menuai kritik keras dan didesak untuk mundur dari jabatannya. Salah satu tokoh yang mendesak mundurnya Najib adalah Mahathir Mohamad, yang menjabat sebagai perdana menteri Malaysia sebelum Najib. Politisi lainnya, Anwar Ibrahim, juga gencar mempertanyakan 1MDB. Dalam dengar pendapat di Parlemen, Anwar menyatakan perusahaan tersebut tidak memiliki alamat kantor dan tidak memiliki akuntan publik.
(Baca: Presiden Grup Alibaba Terjerat Skandal Korupsi di Malaysia)
Otoritas AS Turun Tangan
Otoritas hukum di Amerika Serikat (AS) pun ikut turun-tangan dalam penyidikan kasus ini. Departemen Kehakiman AS menyatakan ada lebih dari US$ 4,5 miliar uang yang mengalir dari 1MDB melalui perusahaan-perusahaan cangkang kepada para pejabat korup dan koleganya, termasuk para pejabat dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Sekelompok pengusaha Malaysia yang dipimpin oleh Low Taek Jho (Jho Low) mengalihkan uang yang diterima dari 1MDB ke rekening-rekening pribadi yang disamarkan seolah-olah bisnis yang legal. Sebagai balasannya, para pejabat menerima komisi atas dana tersebut.
Jho Low adalah pengusaha yang dikenal dekat dengan Riza Aziz, anak tiri Najib. Jaksa Malaysia menyatakan Najib bersalah dalam kasus ini pada 2016. Namun, dalam pembelaannya Najib menyatakan tidak bersalah dan mengklaim bahwa uang senilai RM 2,67 miliar tersebut telah dikembalikan ke negara.
Meski terbelit skandal 1MDB, Najib masih berani maju lagi dalam pemilihan umum 2018. Ia dikalahkan oleh Mahathir Mohamad. Pasca-pemilu, Mahathir menyatakan bukti-bukti yang ada cukup untuk membuka kembali penyidikan terhadap skandal 1MDB. Najib dijatuhi 42 dakwaan, termasuk soal korupsi, pencucian uang, dan pelanggaran kepercayaan.
Sementara itu, Jho Low yang menjadi buronan sejak 2016 menyatakan tidak bersalah dalam kasus tersebut. Jho Low sempat dikabarkan tertangkap oleh polisi Tiongkok pada awal Juni 2019. Namun, kabar tersebut dibantah oleh Inspektur Jenderal Polisi Datuk Seri Abdul Hamid Bador. Hingga saat ini, Jho Low adalah buronan nomor satu di Malaysia. Sementara itu, Najib menghadapi ancaman hukuman penjara 20 tahun.
(Baca: Kunjungi Jakarta, Anwar Ibrahim Singgung Kasus Najib Razak)
Bocornya Skandal 1MDB
Bocornya Skandal 1MDB bermula dari laporan media online Sarawak Report dan surat kabar Inggris, The Sunday Times. Kedua media itu mengutip korespondensi elektronik antara Jho Low dengan PetroSaudi International yang bocor. Dalam surat elektronik tersebut disebutkan mengenai pembentukan perusahaan patungan senilai US$ 700 juta antara 1MDB dengan PetroSaudi melalui Good Star Ltd.
Pelapor (whistle-blower) kasus ini adalah bankir asal Swiss yang juga mantan direktur PetroSaudi, Xavier Justo. Low tidak memiliki posisi resmi di 1MDB tetapi ia disebut sebagai tokoh yang seringkali berkonsultasi mengenai 1MDB.
Salah satu surat elektronik Jho Low menyebutkan adanya persetujuan dari Perdana Menteri Najib atas utang senilai US$ 1 miliar yang diterbitkan 1MDB. Padahal, utang semacam itu seharusnya mendapatkan persetujuan dari Bank Negara Malaysia.
Sarawak Report juga menunjukkan catatan rapat yang menunjukkan CEO 1MDB Arul Kanda memberikan laporan rekening bank palsu dari anak usahanya di kantor cabang BSI Bank Singapura. Arul membantah tudingan tersebut.
Wall Street Journal (WSJ) juga memberitakan bahwa 1MDB menggelembungkan nilai aset pembangkit listrik swasta yang dibelinya melalui Genting Group pada 2012. Genting didakwa menyumbangkan uang yang didapatkan dari 1MDB ke yayasan yang dikontrol Najib Razak. Dana itu digunakan untuk membiayai kampanye Najib dalam Pemilu 2013.
1MDB membantah tudingan penggelembungan nilai aset pembangkit listrik tersebut melalui pernyataan resmi. "Akuisisi aset energi hanya dilakukan ketika perusahaan yakin terhadap nilai aset tersebut dalam jangka panjang," demikian pernyataan tertulis 1MDB.