Survei: Perang Dagang Berpeluang Mendekatkan AS pada Resesi Ekonomi
Memanasnya tensi perang dagang berpotensi mendorong Amerika Serikat ke arah resesi ekonomi, menurut survey yang dilakukan Reuters kepada sejumlah ekonom. Karenanya, para ekonom itu berharap, bank sentral Amerika atau Ferederal Reserve bisa menurunkan suku bunga pada September dan sekali lagi penurunan pada tahun depan.
Meskipun ada harapan melonggar, jajak pendapat yang dilakukan 6-8 Agustus dengan median 45% menunjukkan kemungkinan ekonomi AS tergelincir ke dalam resesi pada dua tahun ke depan. Angka tersebut naik dari 35% dibanding jajak pendapat yang dilakukan sebelumnya dan tertinggi sejak pertama kali ditanyakan pada Mei 2018.
(Baca: Imbas Perang Dagang, Tiongkok Hapus Kuota Impor 3 Komoditas Pertanian)
Sebuah indikator pasar obligasi yang diawasi ketat dari risiko resesi AS telah memberikan sinyal, bahkan yang paling keras sejak Maret 2007. Indikator ini menekankan kekhawatiran dampak perang dagang antara dua AS dan Tiongkok sebagai dua kekuatan ekonomi terbesar akan mempercepat penurunan ekonomi dunia.
Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan 10% atau senilai US$ 300 miliar untuk komoditas Tiongkok mulai 1 September. Tak cukup sampai disitu, Trump pada Senin lalu kembali menyentil Tiongkok dengan menyebutnya sebagai manipulator mata uang.
(Baca: Hadapi Perang Dagang, Saatnya Indonesia Mengejar Vietnam)
Beijing pun merespons keras dan memperingatkan AS bahwa kebijkan itu akan merusak tatanan keuangan internasional dan menyebabkan kekacauan di pasar keuangan.
Sebagai balasan lain, Tiongkok pada Selasa (6/8) mengumumkan berhenti membeli produk pertanian dari negeri Paman Sam. Beijing juga tidak akan menghapus tarif impor pada produk pertanian AS yang dibeli setelah 3 Agustus 2019.
Atas dinamika tersebut, 70% ekonom yang menjawab pertanyaan mengatakan perkembangan terakhir telah membawa AS ke arah resesi lebih dekat.
"Tentu saja, meningkatkan ketegangan perdagangan melalui tarif yang lebih tinggi dan akses terbatas ke pasar akan meningkatkan biaya, merusak rantai pasokan dan melemahkan profitabilitas perusahaan," tulis James Knightley, kepala ekonom internasional di ING dikutip dari Reuters, Jumat (9/8).
(Baca juga: Ancaman Perang Dagang Amerika yang Memicu Resesi Ekonomi Dunia)