Usai Ditangkap, Pendiri Wikileaks Terancam Diekstradisi ke AS
Salah satu pendiri Wikileaks, Julian Assange, Kamis (12/4) waktu setempat ditangkap oleh kepolisian di Kedutaan Besar Ekuador di London, Inggris. Assange ditangkap atas tuduhan keterlibatan dalam konspirasi peretasan komputer data rahasia diplomatik Amerika Serikat (AS). Atas tudingan konspirasi ini, Assange terancam diekstradisi ke pengadilan Negeri Paman Sam.
Dilansir dari BBC, Pemerintah Inggris tengah mempertimbangkan untuk mengekstradisi Assange, sebagai tanggapan atas tuduhan konspirasinya bersama mantan analis intelijen AS Chelsea Manning pada kasus pengunduhan database rahasia AS. Jika terbukti bersalah, Assange akan terancam hukuman lima tahun penjara.
Pengacara Assange Jennifer Robinson mengatakan pihaknya akan melawan permintaan ekstradisi. Penetapan itu bahkan disebutnya sebagai 'preseden berbahaya', di mana setiap jurnalis bisa saja menghadapi tuduhan serupa ketika ingin menerbitkan informasi yang benar tentang pemerintah AS.
Assange mendirikan Wikileaks pada 2006 dengan tujuan memperoleh dan menerbitkan dokumen dan gambar rahasia. Situs tersebut sempat membuat heboh pemerintah AS dan menjadi berita utama di beberapa media pada 2010 ketika merilis rekaman tentara AS yang menewaskan warga sipil dari sebuah helikopter di Irak.
Wikileaks diduga bekerjasama dengan mantan analis intelijen AS Chelsea Manning yang ditangkap pada 2010 karena mengungkap lebih dari 700.000 dokumen, video, dan kabel diplomatik rahasia ke situs web anti-kerahasiaan. Manning pun dinyatakan bersalah oleh pengadilan militer pada 2013 atas tuduhan termasuk spionase. Namun, hukuman itu kemudian diperingan.
Sementara itu, tuduhan terhadap Assange baru dikeluarkan tahun lalu di negara bagian Virginia. Dia dituduh berkonspirasi dengan Manning pada 2010 untuk mengakses informasi rahasia pada komputer Departemen Pertahanan. Atas dasar itu, dia kemudian menghadapi hukuman lima tahun penjara.
Dalam pembelaannya, Assange mengataka hanya melakukan itu untuk memicu perdebatan kebijakan luar negeri, tetapi para pejabat AS mengatakan kebocoran itu membahayakan.
Kasus Pelecehan Seksual
Pada kasus lain, pria berusia 47 tahun ini juga dituduh melakukan pelecehan seksual. Karenannya, Assange kemudian meminta perlindungan ke Kedutaan Ekuador di London untuk mencari suaka sekaligus memghindari ekstradisi ke Swedia terkait dugaan kasus pelecehan seksual.
Penyidikan terhadap kasus dugaan pelecehan kemudian dibatalkan karena lelaki warga negara Australia ini kerap menghindari surat perintah penangkapan. Namun, Otoritas Kejaksaan Swedia mengatakan sedang mempertimbangkan apakah akan melanjutkan penyelidikan sebelum undang-undang pembatasan habis pada Agustus 2020.
Di sisi lain, Ekuador mencabut perlindungan diplomatik Assange dan mengundang pemerintah Inggris ke kedutaan. Presiden Ekuador Lenin Moreno mengatakan pihaknya telah mencapai batas terkait perilaku Assange. Terlebih selama di sana, Assange dikabarkan kerap menunjukkan perilaku tidak sopan dan agresif.
Ditambah lagi beberapa kasus pembocoran dokumen yang kembali dilakukan Assange. "Insiden terbaru terjadi pada Januari 2019, ketika Wikileaks membocorkan dokumen Vatikan," ujarnya.
Terkait kasus tersebut dan beberapa publikasi lainnya telah mengkonfirmasi kecurigaan dunia Assange masih terkait dengan WikiLeaks dan karena itu dia kerap terlibat dalam campur tangan dalam urusan internal negara-negara lain.
Respons Tokoh Dunia Terkait Penangkapan
Penangkapan salah satu pentolan Wikileaks kemarin kemudian memicu reaksi sejumlah kalangan. Perdana Menteri Theresa May mengatakan kepada House of Commons: "Ini menunjukkan bahwa di Inggris, tidak ada seorangpun yang bisa berdiri di atas hukum."
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengatakan penangkapan itu adalah hasil dari diplomasi yang cermat selama bertahun-tahun. "Tidak dapat diterima bagi seseorang melarikan diri menghadapi keadilan," ujarnya.
Sementara Pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn, memiliki pendapat berbeda. Ia mengatakan bahwa Assange telah mengungkapkan bukti kekejaman AS di Irak dan Afghanistan dan ekstradisinya harus ditentang oleh pemerintah Inggris.
Senada dengan Corbyn, Organisasi kebebasan pers Reporters Without Borders juga menyebut bahwa Inggris harus menolak ekstradisi, karena itu akan menjadi preseden berbahaya bagi jurnalis, pelapor, dan sumber jurnalistik lain yang mungkin ingin dikejar AS di masa depan.
Adapun Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengatakan dia akan terus menerima dukungan konsuler yang biasa dan menyatakan bahwa petugas konsuler akan mencoba mengunjungi Assange.