Tiongkok Bakal Fokus dengan Ekonomi Domestik untuk Kurangi Pengaruh AS
Pemerintah Tiongkok sedang menyusun rencana lima tahun yang menjadi panduan kebijakan ekonomi dan politik untuk periode 2021-2025. Tiongkok diperkirakan akan menyusun rencana untuk lebih mengandalkan ekonomi domestik demi mengurangi ketergantungannya pada Amerika Serikat sejak hubungan keduanya semakin memburuk.
Para pejabat tinggi di Beijing membahas rencana lima tahun tersebut dalam agenda tahunan Kongres Rakyat Nasional dan Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China pekan ini. Versi final dari rencana lima tahun ke-14 ini tidak akan diumumkan kepada publik sampai Maret 2021.
Menurut laporan South China Morning Post, para petinggi berupaya menjawab pertanyaan bagaimana Tiongkok dapat bertahan dan berkembang dalam menghadapi permusuhan AS? Apa yang dibutuhkan untuk membawa Tiongkok ke tahap pengembangan selanjutnya? Dan bagaimana memfokuskan sumber daya untuk meraih impian Tiongkok?
(Baca: Khawatir Ribut dengan Trump, Inggris Kaji Blokir Layanan 5G Huawei)
Penelitian dan diskusi awal menunjukkan bahwa Tiongkok mengembangkan ekonomi yang lebih otonom dengan memangkas ketergantungan pada AS untuk pasokan dan ekspor teknologi. Pada saat yang sama, Tiongkok akan tetap mempertahankan kebijakan mempertahankan posisi sentralnya dalam rantai pasokan global, khususnya di pasar Asia dan Eropa, dan mengimbangi meningkatnya risiko putusnya hubungan dengan AS.
Xie Fuzhan, Kepala Chinese Academy of Social Sciences (CASS) atau Akademi Ilmu Sosial Tiongkok, sebuah lembaga think-tank pemerintah di Beijing yang terlibat dalam merancang rencana baru mengatakan pandemi corona telah memberikan dampak mendalam pada ekonomi internasional, politik dan keamanan di Tiongkok.
(Baca: Dolar AS Menguat Dipicu Hubungan AS-Tiongkok yang Kembali Memanas)
Meskipun tidak menyebut nama AS secara langsung, Xie mengatakan "beberapa negara kaya" telah berusaha menghindari tanggung jawab dan menyalahkan orang lain atas masalah mereka sendiri dalam menghadapi pandemi corona. Negara-negara kaya itu disebut menggunakan kebijakan unilateralis dan proteksionis yang membuat ekonomi global semakin berisiko mengalami disintegrasi.
Dalam sebuah studi pendahuluan, CASS mengatakan Tiongkok memiliki kelebihan yakni kelompok ekonomi kelas menengah yang berjumlah besar sebanyak 500 juta- 700 juta orang. “Tiongkok sekarang memiliki kelompok berpenghasilan menengah antara 500 juta dan 700 juta orang, dan itu saja dapat menjadi sumber untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Tiongkok selama lima tahun ke depan,” tulis para peneliti negara.
Selain itu, CASS menyebutkan keuntungan negara lainnya yakni sistem pemerintahan China yang terpusat yang dipimpin oleh Partai Komunis, begitu pula sistem manufaktur yang lengkap dan pasar domestik yang luas.
Presiden Tiongkok Xi Jinping telah menyebut mengenai gagasan negaranya yang akan lebih fokus pada ekonomi dalam negeri dalam pertemuan Politbiro yang beranggotakan 25 orang, baru-baru ini. Xi mengatakan, Tiongkok akan menggunakan "pola pembangunan baru" yang terdiri dari "lingkaran ekonomi domestik yang hebat dan lingkaran ekonomi internasional", alih-alih hanya mengandalkan pasar asing.
(Baca: Strategi Agresif CEO Tencent Pony Ma untuk Kuasai Bisnis Game Online)