PM Jepang Tak Akan Biarkan Intimidasi Terjadi di Laut Cina Selatan
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga tak akan membiarkan adanya intimidasi atau kegiatan yang meningkatkan ketegangan di Laut Cina Selatan. Dia juga meminta seluruh sengketa di wilayah ini diselesaikan lewat aturan internasional.
Wilayah Laut Cina Selatan memang diperebutkan antara Tiongkok dan delapan negara lain termasuk RI. Belakangan Amerika Serikat juga ikut terlibat dalam konflik ini.
Tiongkok juga kerap dikritik dunia internasional lantaran dianggap mengintimidasi negara lain dalam urusan Laut Cina Selatan. Meski demikian, Suga mengajak pihak-pihak yang berkonflik untuk mencari solusi damai berdasarkan supremasi hukum.
“Seluruh konflik di Laut Cina Selatan semaksimal mungkin diselesaikan dengan hukum internasional, bukan kekuatan atau intimidasi,” kata Suga dalam konferensi pers terbatas media RI dan Jepang, Rabu (21/10) dikutip dari Antara.
Suga juga membantah anggapan bahwa Jepang bersama sekutunya berupaya membentuk aliansi yang mirip dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di wilayah Indo Pasifik. Sebelumnya Tiongkok mencurigai Jepang bersama India, AS, dan Australia berusaha membentuk “Mini NATO”.
Suga menjelaskan bahwa Negeri Sakura lebih tertarik dengan peningkatan kerja sama dan patrol bersama di Laut Cina Selatan. “Tujuan paling penting memastikan perdamaian kawasan Indo Pasifik yang bebas dan terbuka,” katanya.
Indonesia dan Vietnam menjadi negara yang dipilh Suga dalam lawatan perdananya usai menggantikan Shinzo Abe. Dia menjelaskan Jepang dan Vietnam telah sepakat kerja sama transfer ilmu dan teknologi pertahanan. Sedangkan kerja sama serupa dengan RI masih dalam tataran pembahasan. Oleh sebab itu ia berharap ada percepatan negosiasi demi mendapatkan hasil yang nyata.
Adapun perbandingan jumlah personel keamanan di negara yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan sebagai berikut:
Suga pada Selasa (20/10) telah bertemu Presiden Joko Widodo untuk membahas berbagai hal seperti pinjaman dana penanganan bencana, pemberian bantuan alat medis, hingga pembangunan infrastruktur. Keduanya juga menyepakati pembentukan Travel Corridor Arrangement (TCA) bagi bisnis dua negara.
"Kami sepakat menugaskan Menteri Luar Negeri Jepang dan Indonesia untuk menegosiasikan detail dan menyelesaikan dalam sebulan," kata Jokowi, Selasa (20/10).
Guru Besar Hukum Internasional UI sekaligus Rektor Universitas Jenderal A Yani, Hikmahanto Juwana menilai, selain mempererat hubungan bilateral Jepang Indonesia, ada makna politis dari kunjungan tersebut di tengah ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
Pertama, Jepang ingin menegaskan kepada Indonesia bahwa keberadaan Indonesia sangat penting. Dengan demikian, Indonesia tidak perlu bertumpu hanya pada satu negara, yaitu Tiongkok dengan kekuatan ekonomi dan teknologinya.
Kedua, Indonesia merupakan mitra strategis Jepang terpenting saat negara tersebut mengalami gangguan dari Tiongkok, utamanya terkait jalur pelayaran internasional. Ketiga, Hikmahanto menilai Negeri Matahari Terbit itu ingin Indonesia menyadari bahwa reputasi perusahaan dan teknologi Jepang lebih unggul ketimbang Tiongkok.
Terakhir, Jepang diperkirakan ingin mengajak Indonesia untuk terus mengembangkan pertumbuhan di kawasan Indo Pasifik. Selanjutnya, kawasan ini diharapkan bisa mengembangkan pertumbuhan ekonomi dengan negara-negara di Afrika.