Keuntungan Politik Tiongkok dari Distribusi Vaksin Covid-19
Pemerintah Tiongkok menawarkan vaksin Covid-19 kepada negara-negara berkembang, di antaranya Indonesia. Sebanyak 1,2 juta vaksin virus corona buatan Sinovac Biotech Ltd. tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (6/12). Selanjutnya, 1,8 juta dosis akan datang akhir Desember 2020. Indonesia juga menanti 45 juta bahan baku vaksin dari Tiongkok tahun depan.
Kehadiran Sinovac ini memberikan akses negara-negara berkembang untuk mendapatkan vaksin di tengah produksi vaksin dari perusahaan farmasi besar dunia yang dikuasai negara-negara maju terutama Amerika Serikat dan Eropa.
Meski begitu, langkah Tiongkok ini mendapat sorotan dari beberapa pakar yang menganggap negara itu memiliki motif politik di balik distribusi vaksin tersebut. Beijing dianggap bakal menikmati keuntungan diplomatis jangka panjang dari uluran tangan di tengah pandemi corona yang menginfeksi lebih dari 70 juta orang hingga Jumat (11/12).
Peneliti bidang kesehatan global di Council on Foreign Relations (CFR) AS, Huang Yanzhong, menyebut 'kebaikan' Tiongkok ini terkait dengan kepentingan Negara Panda memulihkan reputasi mereka. Banyak negara yang marah karena Tiongkok dianggap sebagai negara asal sumber virus corona. “Tidak diragukan lagi, Tiongkok tengah mempraktekkan diplomasi vaksin dalam upaya memperbaiki citra diri yang rusak,” ujar Yanzhong dikutip dari Straitstimes, Kamis (10/12).
Tiongkok juga dianggap mendapat keuntungan dengan kenaikan kredibilitas perusahaan bioteknologi mereka bila vaksin berhasil bekerja dengan efektif. Selain itu, terutama di negara-negara Asia, Tiongkok memiliki kepentingan mengembangkan pengaruh global untuk memperlancar urusan geopolitik.
Saat ini, Tiongkok memiliki agenda regional yang berkaitan dengan akuisisi Laut China Selatan. Motif ini dianggap semakin terlihat ketika Tiongkok membuat perjanjian diplomasi vaksin untuk Malaysia dan Filipina. Sebelumnya, kedua negara ini mempermasalahkan ekspansi Tiongkok di Laut China Selatan.
“Diplomasi vaksin Tiongkok bukan dilakukan tanpa kondisi apapun,” ujar Ardhitya Eduard Yeremia dan Klaus Heinrich Raditio dalam tulisan yang diterbitkan Yusof Ishak institute di Singapura bulan edisi bulan ini.
Upaya Menggeser Peran Amerika Serikat
Melansir Politico, pada bulan Mei lalu Presiden Tiongkok Xi Jinping pernah mengatakan Tiongkok akan negara-negara berkembang dapat menggunakan vaksin buatan mereka. Jinping menyebut vaksin buatan mereka sebagai barang publik atau public goods.
“Ketika sudah tersedia, vaksin Covid-19 yang dibuat dan diterbitkan Tiongkok akan dijadikan global public good. Vaksin ini akan menjadi kontribusi Tiongkok untuk memastikan aksesibilitas dan keterjangkauan vaksin di negara-negara berkembang,” kata Jiping.
Gagasan Xi Jinping mengenai vaksin yang mudah diakses masyarakat global merupakan narasi Tiongkok untuk memulihkan reputasi mereka.
“Ide bahwa vaksin buatan Tiongkok akan menjadi global public good sangat penting untuk Tiongkok, karena ini merupakan cara mereka melawan perang propaganda di pandemi ini,” ujar Maurício Santoro, seorang profesor di Universitas Negeri Rio de Janeiro.
Huang menyebut gerakan Xi Jinping untuk menjadikan vaksin corona sebagai public good seolah menempatkan Beijing sebagai negara terdepan dalam kesehatan publik. Upaya ini semacam 'fill in the gap' dari absennya Amerika dari aliansi global bersama 189 negara yang berjanji akan mendistribusikan vaksin secara adil lewat mekanisme COVAC.
Amerika yang merupakan kompetitor Tiongkok pun hanya fokus memproduksi vaksin untuk kepentingan dalam negeri. Jika Washington tetap menolak untuk bersaing, diperkirakan akan membuat negara tersebut kalah dalam perlombaan vaksin.
"Hal ini dapat membuat Tiongkok menang sebagai penguasa teknologi nomor satu di dunia, niat baik dari sekutu serta potensi sekutu baru, dan klaim yang sah atas kepemimpinan global,” ujar seorang periset medis Justin Stebbing, dikutip dari The Guardian.
Kepentingan Ekonomi dari Vaksin
Hingga pertengahan November, perusahaan vaksin asal Tiongkok yakni Sinovac dan Sinopharm telah melakukan pre-order kurang lebih 500 juta dosis vaksin. Vaksin tersebut dijual ke negara-negara yang sudah berpartisipasi dalam ujicoba, di antaranya adalah Brazil, Moroko, dan Indonesia.
Tiongkok terus memproduksi vaksin corona yang ditargetkan menghasilkan 1 miliar dosis tahun depan. Saat ini Sinovac masih menjalani proses uji coba fase ketiga.
Menurut perusahaan pialang asal Hongkong Essence Securities, jika Tiongkok berhasil mendapatkan 15% pasar bagi negara menengah ke bawah, negara tersebut berpeluang mendapat keuntungan bersih sekitar US$ 2,8 milyar dari penjualan vaksin.
Selain keuntungan penjualan, Tiongkok juga akan meminjamkan dana sebesar US$ 1 miliar ke negara-negara di Amerika Latin dan Karibia. Peminjaman ini dapat digunakan negara-negara tersebut untuk pembelian vaksin buatan Tiongkok sendiri.
Kirk Lancaster dari CFR menyebut langkah ini akan membuka peluang-peluang bisnis baru bagi perusahaan asal Tiongkok di negara-negara yang mendapatkan bantuan.
Namun, berbeda dengan vaksin buatan perusahaan farmasi dunia seperti Moderna, AstraZeneca, dan Pfizer, perusahaan vaksin Tiongkok tak memberikan informasi mengenai tingkat efikasi dan efisiensinya.
Pemerintah Tiongkok yang menganut sistem komunis membuat mereka ‘alergi’ dengan pengawasan publik. “Kurangnya transparansi dalam sistem Tiongkok menyebabkan ribuan orang (di dalam negaranya) sudah menggunakan vaksin tanpa melihat data ujicoba yang relevan terlebih dahulu,” ujar Natasha Kassam, seorang analis kebijakan Tiongkok dari Lowy Institute, dikutip dari Straits Times.
Kekurangan data ini membuat pembeli perlu berhati-hati dan waspada. Apalagi, kata dia, perusahaan Tiongkok memiliki reputasi yang kurang baik lantaran menjual produk berkualitas buruk ke beberapa negara Eropa dan Asia pada masa awal pandemi.
Penyumbang Bahan: Ivan Jonathan