Joe Biden Kecam Kudeta Myanmar, Ancam Kembali Terapkan Sanksi

Pingit Aria
2 Februari 2021, 11:15
Issei Kato Pengunjuk rasa Myanmar yang tinggal di Jepang membawa foto Aung San Suu Kyi saat mereka melakukan protes terhadap militer Myanmar setelah mengambil kekuasaan dari pemerintahan sipil yang terpilih secara demokratis dan menangkap pemimpinny
ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato/WSJ/cf
Issei Kato Pengunjuk rasa Myanmar yang tinggal di Jepang membawa foto Aung San Suu Kyi saat mereka melakukan protes terhadap militer Myanmar setelah mengambil kekuasaan dari pemerintahan sipil yang terpilih secara demokratis dan menangkap pemimpinnya Aung San Suu Kyi, di United Nations University di Tokyo, Jepang, Senin (1/2/2021).

Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Senin (1/2) mengancam memberlakukan kembali sanksi terhadap Myanmar menyusul kudeta oleh para pemimpin militer. Biden juga menyerukan forum-forum internasional turut menekan militer Myanmar melepaskan kekuasaan.

Biden mengutuk militer yang mengambil alih kekuasaan pemerintahan sipil pada Senin (1/2).Ia menyebut penahanan pemimpin terpilih dan peraih Nobel Aung San Suu Kyi sebagai, "serangan langsung terhadap peralihan negara menuju demokrasi dan kekuasaan berdasar hukum."

Krisis Myanmar merupakan ujian besar pertama atas janji Biden untuk lebih banyak berkolaborasi dengan sekutu mengatasi tantangan internasional, terutama saat pengaruh Tiongkok meningkat. Kebijakannya bertolak belakang dengan pendekatan "America First" yang sering digaungkan oleh mantan Presiden Donald Trump.

"Komunitas internasional harus bersatu dalam satu suara untuk menekan militer Burma agar segera melepaskan kekuasaan yang mereka rebut, membebaskan para aktivis dan pejabat yang mereka tangkap," kata Biden dalam sebuah pernyataan.

Menurutnya, Amerika Serikat telah mencabut sanksi terhadap Burma selama dekade terakhir berdasarkan kemajuan menuju demokrasi. “Pembalikan kemajuan itu akan membutuhkan tinjauan segera atas undang-undang dan otoritas sanksi kami, diikuti dengan tindakan yang tepat," katanya.

Biden juga meminta militer di Myanmar, negara yang juga dikenal sebagai Burma, untuk mencabut semua pembatasan telekomunikasi dan berhenti melakukan kekerasan terhadap warga sipil.

"Kami akan bekerja dengan mitra kami di seluruh kawasan dan dunia untuk mendukung pemulihan demokrasi dan pemerintahan berdasar hukum, serta meminta pertanggungjawaban mereka yang membatalkan transisi demokrasi Burma," katanya.

Sebelumnya, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi menang telak 83% dalam pemilihan 8 November 2020. Namun, pihak militer menyebut kemenangann tersebut sebagai penipuan pemilu.

Di antara negara sekawasan, rata-rata usia pesawat yang beroperasi di Myanmar adalah yang paling tua. SImak Databoks berikut: 

Konsultasi Intensif

Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat telah melakukan konsultasi intensif dengan Sekutu tentang Myanmar. Dia menolak mengatakan tindakan apa yang sedang dipertimbangkan selain sanksi.

Saat ditanya apakah maksud pernyataan Biden, bahwa Amerika Serikat sedang "mencatat" soal bagaimana tanggapan negara lain, adalah pesan untuk Tiongkok, Psaki mengatakan kepada wartawan, "Ini adalah pesan untuk semua negara di kawasan itu."

Pejabat tinggi Demokrat di komite Hubungan Luar Negeri Senat, Robert Menendez, mengatakan Amerika Serikat dan negara-negara lain "harus memberlakukan sanksi ekonomi yang ketat, serta tindakan lain" terhadap tentara Myanmar.

Menendez juga menuduh bahwa tentara Myanmar bersalah atas "genosida" terhadap minoritas Muslim Rohingya -- sebuah keputusan yang belum ditetapkan oleh pemerintah AS-- dan atas kekerasan berkelanjutan terhadap minoritas lainnya.

Pemimpin Senat AS dari Partai Republik, Mitch McConnell yang seperti anggota pemerintahan Biden, memiliki hubungan dekat dengan Suu Kyi, menyebut penangkapan itu sebagai tindakan mengerikan.

"Pemerintahan Biden harus mengambil sikap tegas dan mitra kami serta semua negara demokrasi di seluruh dunia harus mengikutinya dalam mengutuk serangan otoriter terhadap demokrasi di Myanmar," katanya.

Peristiwa di Myanmar itu merupakan pukulan yang signifikan bagi pemerintahan Biden dan upayanya dalam membuat kebijakan Asia Pasifik yang kuat untuk melawan Tiongkok.

Banyak dari tim kebijakan Asia Biden, termasuk kepalanya, Kurt Campbell, adalah veteran pemerintahan Obama. Yang mana, pada akhir masa jabatan mantan Presiden Barack Obama menganggap berakhirnya beberapa dekade pemerintahan militer di Myanmar sebagai pencapaian kebijakan luar negeri. Biden sendiri saat itu menjabat sebagai wakil presiden Obama.

Obama mulai mengurangi sanksi terhadap Myanmar pada 2011 setelah militer mulai melonggarkan cengkeramannya, dan pada 2016 dia mengumumkan pencabutan beberapa sanksi yang tersisa. Namun pada 2019, pemerintahan Trump kembali menjatuhkan sanksi yang dikenakan pada empat komandan militer, termasuk Jenderal Min Aung Hlaing, atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Rohingya dan etnis minoritas lainnya.

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...