Studi Israel: Vaksin Pfizer Kurang Ampuh Lawan Varian Covid-19 Afsel

Agustiyanti
11 April 2021, 09:47
vaksin pfizer, varian baru covid-19 afrika selatan, varian covid-19 afsel
ANTARA FOTO/REUTERS/Matthew Childs/WSJ/cf
Menurut laporan perusahan analitik dan informasi sains, Airfinity, Pfizer merupakan vaksin Covid-19 yang paling banyak diproduksi secara global. Namun, studi terbaru menunjukkan vaksin ini kurang efektif melawan varian baru Covid-19 asal Afrika Selatan.

Studi yang dilakukan di Israel menemukan bahwa varian baru Covid-19 asal Afrika Selatan mampu menerobos vaksin Pfizer/BioNTech hingga batas tertentu. Namun, prevelensi studi ini masih rendah dan belum ada penelitian serupa yang dilakukan.

Mengutip Reuters, studi yang dirilis pada Sabtu (10/4) membandingkan hampir 400 orang yang dites positif Covid-19 setelah mereka menerima satu atau dua dosis vaksin dalam 14 hari atau lebih dengan jumlah pasien yang sama yang belum menerima vaksin. Pasien-pasien tersebut memiliki karakteristik, seperti usia dan jenis kelamin yang sama.

Menurut studi yang dilakukan oleh Universitas Tel Aviv dan penyedia layanan kesehatan terbesar Israel, Clalit, varian Afrika Selatan, B.1.351, ditemukan di sekitar 1% dari semua kasus COVID-19 dari orang-orang yang ditelit. Namun, di antara pasien yang telah menerima dua dosis vaksin, tingkat prevalensi varian itu delapan kali lebih tinggi daripada mereka yang tidak divaksinasi atau 5,4% berbanding 0,7%.

Para peneliti mengatakan, ini menunjukkan vaksin kurang efektif terhadap varian Afrika Selatan, dibandingkan dengan virus corona asli dan varian yang pertama kali diidentifikasi di Inggris yang mencakup hampir semua kasus COVID-19 di Israel.

"Kami menemukan tingkat yang lebih tinggi dari varian Afrika Selatan di antara orang yang divaksinasi dengan dosis kedua, dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi. Ini berarti varian Afrika Selatan dapat sampai batas tertentu, menembus perlindungan vaksin," kata Adi Stern dari Universitas Tel Aviv.

Namun, para peneliti memperingatkan bahwa penelitian tersebut hanya memiliki ukuran sampel kecil orang yang terinfeksi varian Afrika Selatan karena kelangkaannya di Israel.

Mereka juga mengatakan penelitian itu tidak dimaksudkan untuk menyimpulkan keefektifan vaksin secara keseluruhan terhadap varian apa pun karena hanya melihat orang yang sudah dites positif COVID-19, bukan pada tingkat infeksi secara keseluruhan.

Pfizer dan BioNTech belum dapat dihubungi Reuters untuk memberikan tanggapan.

Perusahaan mengatakan pada 1 April bahwa vaksin mereka 91% efektif untuk mencegah Covid-19, mengutip data uji coba terbaru yang menyertakan peserta yang diinokulasi hingga enam bulan.

Terkait varian Afrika Selatan, mereka mengatakan bahwa di antara 800 relawan studi di Afrika Selatan, di mana B.1.351 tersebar luas, ada sembilan kasus COVID-19, yang semuanya terjadi di antara peserta yang mendapat plasebo. Dari sembilan kasus tersebut, enam di antara individu yang terinfeksi dengan varian Afrika Selatan.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa vaksin Pfizer / BioNTech kurang ampuh terhadap varian B.1.351 dibandingkan dengan varian lain dari virus corona, tetapi masih menawarkan pertahanan yang kuat.

Sementara hasil penelitian mungkin menimbulkan kekhawatiran, Stern mengatakan prevalensi rendah dari strain Afrika Selatan tetap menggembirakan.

"Bahkan jika varian Afrika Selatan berhasil menembus perlindungan vaksin, itu belum menyebar secara luas ke seluruh populasi," kata Stern, menambahkan bahwa varian Inggris mungkin menghalangi penyebaran strain Afrika Selatan.

Hampir 53% dari 9,3 juta populasi Israel telah menerima kedua dosis Pfizer. Israel sebagian besar telah membuka kembali ekonominya dalam beberapa pekan terakhir seiring pandemi yang tampak surut dengan tingkat infeksi, penyakit parah, dan rawat inap menurun tajam.

Menurut laporan perusahan analitik dan informasi sains, Airfinity, Pfizer merupakan vaksin virus corona Covid-19 yang paling banyak diproduksi secara global. Hingga 5 Maret 2021, jumlah vaksin buatan Amerika Serikat itu mencapai 119 juta dosis.

Vaksin Covid-19 tidak menjamin penerima terbebas 100% dari wabah tersebut. Dokter Spesialis Penyakit Dalam konsultasi alergi imunologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Iris Rengganis menyarankan para penerima vaksin tetap menjalankan 3M; mencuci tangan dengan air mengalir, memakai masker, dan menjaga jarak. Selain itu, penerima vaksin tetap harus menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas.

"Saat ini masih pandemi, belum semua orang divaksin. Herd Immunity belum 70 persen dan vaksin tidak ada yang 100 persen perlindungannya. Jadi tetap jaga protokol kesehatan hingga pandemi berakhir," katanya dikutip dari Antara.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...