Gelombang Kedua Covid-19 India Bertambah Parah, Apa Pemicunya?

Sorta Tobing
19 April 2021, 13:38
india, covid-19, virus corona, pandemi corona, vaksin virus corona
ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui/rwa/cf
Pasien terkena penyakit virus korona (COVID-19) mendapatkan perawatan di bangsal kecelakaan di rumah sakit Lok Nayak Jai Prakash (LNJP), di tengah penyebaran penyakit tersebut di New Delhi, India, Kamis (15/4).

India dalam cengkeraman gelombang kedua Covid-19. Kemarin, Minggu (18/4), angka kasusnya mencapai 275 ribu orang dan lebih 1.600 kematian. Keduanya merupakan rekor tertinggi sejak pandemi terjadi pada awal taahun lalu. 

Data Universitas John Hopkins menunjukkan, negara dengan populasi kedua terbesar dunia itu berada di posisi dua pula dalam hal kasus Covid-19. Di posisi teratas adalah Amerika Serikat dengan 31,6 juta kasus. India sekitar 15 juta kasus. Dan Brasil yang hampir mendekati 14 juta kasus.   

Kondisi di India sekarang bertolak belakang dengan awal Maret lalu. Ketika itu Menteri Kesehatan India Hars Vardhan menyatakan negaranya telah berada di akhir pandemi virus corona.

Politisi, pembuat kebijakan, dan media percaya India telah keluar dari masalah. Pejabat bank sentral di sana sempat menyebut India telah membengkokkan kurva infeksi virus corona.

Optimisme itu, melansir dari BBC, karena sejak September 2020 angka kasusnya dari 93 ribu kasus per hari terus mengalami penurunan. Bahkan pada pertengahan Februari sempat menjadi 11 ribu kasus per hari. Rata-rata kematian menurun hingga di bawah 100 kasus. 

HEALTH-CORONAVIRUS/INDIA-DEATHS
Lonjakan kasus Covid-19 di India. (ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui/AWW/sa.)

Apa Pemicu Kenaikan Kasus Covid-19 di India?

Keadaan berubah sejak bulan lalu. Pemilu di lima negara bagian berlangsung. Kampanye berlangsung gencar, tanpa protokol kesehatan dan jarak sosial. Puluhan ribu orang mengikuti pemimpin mereka ke rapat umum Pemilihan dan menghadiri festival umat Hindu, Kumbh Mela.

Pertandingan kriket skala internasional pun mulai diadakan. Ribuan penggemar olah raga ini menonton pertandingan tanpa masker. “Sungguh luar biasa apa yang terjadi,” kata profesor sosiologi Shiv Visvanathan, dikutip dari BBC, Senin (19/4). 

Pemicu utama kenaikan kasus adalah banyak orang menjadi lengah dengan menghadiri acara pernikahan dan pertemuan sosial, demonstrasi politik, dan pertemuan keagamaan. 

Pada saat Festival Kumbh Mela pada 14 April lalu, tercatat terjadi 184 kasus baru. “Beberapa merasa telah mencapai kekebalan kawanan. Semua orang ingin kembali bekerja. Narasi ini masuk ke banyak telinga orang,” ujar Presiden Yayasan Kesehatan Masyarakat India P Srinath Reddy. 

Pada ahli percaya pemerintah India telah kehilangan kendali pada gelombang kedua infeksi Covid-19. "Seperti tipikal di India, arogansi resmi, hiper-nasionalisme, populisme, dan ketidakmampuan birokrasi yang berlebihan telah digabungkan untuk menciptakan krisis," kata Mihir Sharma, kolumnis Bloomberg.

Tingginya kasus dan cepatnya penularan  diduga karena kemunculan varian B.1.617 dari Covid-19. Kementerian Kesehatan India mengatakan mutasi itu meningkatkan infeksi.

Dampak dari situasi ini adalah fasilitas dan tenaga medis di negara itu mulai kewalahan. Kurangnya ranjang membuat seorang pasien harus berbagai dengan pasien lainnya. 

Kasus yang terjadi di India ini menjadi pelajaran berharga di banyak negara, termasuk Indonesia. Presiden Joko Widodo sampai menjelaskan alasannya melarang masyarakat mudik Lebaran untuk kedua kalinya. 

Keputusan itu diambil mengingat masa libur panjang kerap mengakibatkan kenaikan kasus Covid-19. “Mari kita utamakan keselamatan bersama dengan tidak mudik ke kampung halaman," kata Jokowi dalam tayangan video, Jumat lalu.

Jokowi meminta semua pihak menjaga momentum perbaikan kasus Covid-19. Apalagi saat ini penularan corona mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan. 

Pada Januari 2021, tambahan kasus harian sempat mencapai angka 14 ribu hingga 15 ribu kasus per hari. Saat ini, tambahan kasus harian mencapai 4 ribu-6 ribu kasus per hari.

HEALTH-CORONAVIRUS/INDIA-DEATHS
Lonjakan kasus Covid-19 di India. (ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui/AWW/sa.)

Bagaimana Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di India?

Target 250 juta orang menerima vaksin virus corona di India pada akhir Juli sepertinya akan meleset dengan terjadinya lonjakan kasus pada bulan ini. Hingga saat ini, baru 14,3 juta orang yang telah divaksinasi penuh. Angkanya, sekitar 1% dari populasi India yang berjumlah 1,3 miliar, menurut Universitas Johns Hopkins.

Ketika kasus harian baru bertambah cepat pada bulan Maret dan April, beberapa negara bagian mulai melaporkan kekurangan besar vaksin. Sebuah pusat vaksinasi di Mumbai, India, terpaksa mengusir masyarakat karena kekurangan vaksin pada 9 April. 

Di Odisha, hampir 700 pusat vaksinasi harus ditutup minggu lalu karena kekurangan. Beberapa distrik di Maharashtra, negara bagian yang paling parah terkena, harus menghentikan sementara program vaksinasi, termasuk lebih dari 70 pusat di Mumbai.

Ada beberapa tantangan yang berkontribusi terhadap kekurangan pasokan vaksin. Salah satunya adalah bahan baku. Mantan Direktur Jenderal Dewan Riset Medis India (ICMR) Nirmal Kumar Ganguly mengatakan rantai pasokan telah terganggu sejak pandemi.

“Formula vaksin dan bahan yang dibutuhkan tidak dapat diubah dalam semalam, jadi kami harus bergantung pada bahan mentah yang diimpor,” katanya. 

Amerika Serikat telah memberlakukan larangan sementara untuk mengekspor bahan mentah yang penting untuk produksi vaksin. Uni Eropa pun memperketat pembatasan seputar ekspor vaksin. 

India sekarang bekerja untuk beradaptasi dengan bahan yang dibuat dari negara tetangga, seperti Singapura. “Tapi ini akan memakan waktu,” ucap Ganguly.

Padahal, India merupakan produsen vaksin terbesar di dunia. Sebanyak 60% dari semua vaksin yang diuji secara global diproduksi oleh Serum Institute of India.

CNN melaporkan, kemampuan manufaktur yang luas membuat negara itu sebagai pemain utama dalam COVAX. Program ini adalah sebuah inisiatif berbagi vaksin dengan memberikan potongan harga atau dosis grasis untuk negara yang membutuhkan. 

Berdasarkan perjanjian awal yang diumumkan pada tahun lalu, serum Institute of India akan memproduksi hingga 200 juta dosis untuk 92 negara. 

Berkurangnya stok membuat pemerintah mengalihkan fokus dari COVAX menjadi untuk domestik. Ini bukan pertama kalinya India harus menghentikan kontribusi COVAX-nya. 

Pada Januari, pemerintah membatasi ekspor vaksin AstraZeneca. “Kami ingin memprioritaskan segmen yang paling rentan dan membutuhkan terlebih dahulu," CEO Serum Institute of India Adar Poonawalla, dikutip dari CNN

Tetapi penundaan yang berulang ini telah memukul negara-negara miskin dengan keras. Direktur badan pengendalian penyakit Afrika memperingatkan cengkeraman India pada ekspor bisa menjadi "bencana" bagi benua itu.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...