Putin Melunak, Rusia Masih Izinkan EU Bayar Gas Pakai Euro dan Dolar
Rusia tampaknya telah menarik tuntutan agar perusahaan Eropa membayar pasokan gas dalam mata uang rubel yang sedianya mulai berlaku hari ini, Kamis (31/3). Dengan perkembangan ini Eropa untuk sementara terhindar dari risiko gangguan pasokan energi.
CNBC melaporkan bahwa dalam sambungan telepon dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Rabu (30/3), Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan perusahaan-perusahaan Eropa dapat terus membayar pasokan gas dalam euro atau dolar Amerika Serikat (AS).
“Rusia tidak akan segera meminta pembayaran gas dalam rubel. Peralihan ini kemungkinan akan menjadi proses yang bertahap,” kata juru bicara Kremlin, sebutan pemerintah Rusia, Dmitry Peskov, seperti dikutip CNBC.com.
Jerman dan negara anggota G7 lainnya telah menyatakan bahwa kontrak perjanjian pasokan gas tidak dapat diubah secara sepihak. Pembeli gas Rusia dari Eropa menyatakan Kremlin tidak berhak menulis ulang kontrak jangka panjang yang telah disepakati.
Sebelumnya Putin telah menginstruksikan perusahaan gas negara, Gazprom, bank sentral, dan pemerintahannya untuk mengajukan proposal tentang bagaimana kebijakan pembayaran dengan rubel dilaksanakan hari ini.
Namun Putin nampaknya berubah sikap dan masih membolehkan perusahaan Eropa membayar pasokan gas dengan euro dan dolar yang dibayarkan kepada Gazprom Bank, dan ditransfer dalam rubel ke Rusia. Namun Scholz disebut tak menyetujui prosedur ini dan meminta informasi tertulis untuk lebih memahami proposal pembayaran baru.
Kremlin mengatakan bahwa pergantian mata uang untuk pembayaran gas diperlukan karena cadangan devisa bank sentral Rusia telah dibekukan oleh negara Uni Eropa. “Disepakati bahwa para ahli dari Rusia dan Jerman akan terus bernegosiasi mengenai masalah ini,” tulis pernyataan Rusia.
Ancaman tuntutan pembayaran gas dengan rubel telah meningkatkan prospek pemutusan pasokan ke negara-negara Eropa. Bahkan Jerman dan Austria telah mengambil langkah-langkah penjatahan gas untuk menghindari potensi terhentinya pengiriman gas dari Rusia.
Namun, analis di konsultan risiko politik Eurasia Group mengatakan tidak mungkin Gazprom akan melanggar kontrak yang ada dengan menolak memasok gas kepada pelanggan yang menolak membayar dalam rubel dalam jangka pendek.
“Lebih mungkin Gazprom meminta negosiasi ulang kontrak yang ada. Dalam jangka panjang, Gazprom kemungkinan akan bersikeras bahwa pembaruan kontrak akan lebih mencerminkan kebijakan baru yang ada, ”kata analis di Eurasia Group dalam sebuah catatan penelitian.
Namun ada risiko bahwa Rusia akan bergerak lebih agresif, yang akan menyiratkan kemungkinan gangguan pasokan gas yang lebih tinggi dalam jangka pendek. Walau proses negosiasi yang berlarut-larut lebih mungkin terjadi.
Ketergantungan negara-negara Eropa pada ekspor energi Rusia telah menjadi sorotan sejak Kremlin meluncurkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari, terutama karena negara-negara pengimpor energi terus meningkatkan pendapatan perang Putin dengan pendapatan minyak dan gas setiap hari.
Memang, pendapatan dari minyak dan gas Rusia terlihat bertanggung jawab atas sekitar 43% anggaran federal Kremlin antara 2011 dan 2020. Uni Eropa menerima sekitar 40% gasnya melalui pipa Rusia dan beberapa di antaranya melalui Ukraina. Simak databoks berikut:
Anne-Sophie Corbeau, seorang peneliti di Pusat Kebijakan Energi Global Universitas Columbia, mengatakan kepada CNBC bahwa kegagalan untuk menyelesaikan kebuntuan pembayaran rubel dapat mengakibatkan proses arbitrase yang panjang.
Perusahaan memiliki kontrak jangka panjang dengan Gazprom. Jika ada klausul dalam kontrak ini yang memungkinkan perusahaan untuk menukar mata uang untuk membayar dalam rubel, Corbeau mengatakan ini bisa saja terjadi.
Namun, jika tidak ada klausul tersebut, ketentuan kontrak berlaku terkait pembayaran, yang kemungkinan besar dalam euro atau dolar, tidak dapat diubah. Dalam skenario terakhir, Gazprom perlu meminta negosiasi ulang formal dari ketentuan kontrak. Namun ini bisa berujung pada proses arbitrase yang panjang.
Harga gas bulan depan di pusat TTF Belanda, patokan Eropa untuk perdagangan gas alam, diperdagangkan turun lebih dari 7% pada 111 euro ($ 123,9) per megawatt-jam pada hari Kamis, menurut Intercontinental Exchange New York.
Indeks TTF-bulan ke depan telah diperdagangkan pada level yang tinggi dalam beberapa pekan terakhir, sebagian karena kekhawatiran geopolitik yang terus-menerus.