Moderna Ajukan Izin Darurat Vaksin Covid-19 untuk Balita
Jumlah vaksin Covid-19 yang bisa digunakan anak-anak saat ini kemungkinan akan bertambah. Moderna berencana mengajukan izin penggunaan darurat (EUA) pada regulator kesehatan Amerika Serikat (AS) untuk vaksin bagi anak usia enam bulan hingga lima tahun.
Juru bicara perusahaan pada Rabu (20/4) mengatakan, izin akan diajukan pada akhir April ini. Adapun mengutip dari Reuters pada Kamis (21/4), Moderna telah menggelar percobaan dengan varian Omicron.
Hasil pengujian mereka, sebanyak dua dosis efektif hingga 38% dalam mencegah infeksi pada anak berusia 2-5 tahun. Selain itu, vaksin efektif hingga 44% untuk anak berusia 6 bulan hingga di bawah 2 tahun.
Pekan lalu, Pfizer Inc dan BioNTech mengatakan tiga dosis vaksin Covid-19 menghasilkan perlindungan yang signifikan terhadap varian Omicron pada anak-anak sehat pada usia 5-11 tahun.
Pada awal tahun ini, Badan Pengawas Obat & Makanan AS (US FDA) telah memberikan izin pemberian dosis ketiga vaksin Pfizer/BioNTech untuk anak-anak usia 12-15 tahun. Otoritas juga memberikan izin penggunaan vaksin untuk usia 5-11 tahun yang mengalami gangguan kekebalan.
Sebagai informasi, sebuah studi menunjukkan sebagian besar anak dan remaja yang belum divaksinasi tidak memiliki antibodi meski telah terpapar SARS-CoV-2. Hal tersebut berdasarkan sebuah penelitian di Amerika Serikat. Namun, studi tersebut belum dikaji oleh rekan sejawat.
"Beberapa orang tua berpikir hanya karena anak mereka terkena Covid-19, mereka terlindungi dan tidak perlu mendapatkan vaksin," kata peneliti dari UTHealth School of Public Health Dallas Sarah Messiah.
Para peneliti di Texas merekrut 218 subjek berusia antara 5 dan 19 tahun yang telah pulih dari infeksi virus corona mulai Oktober 2020. Masing-masing subjek memberikan tiga sampel darah, dengan interval tiga bulan. Dari seluruh peserta, lebih dari 90% subjek tidak divaksinasi.
Para peneliti melaporkan, tes darah pertama menunjukkan antibodi infeksi hanya ditemukan pada sepertiga anak-anak. Enam bulan kemudian, hanya setengah dari subjek yang masih memiliki antibodi.
Adapun, para peneliti tidak menemukan perbedaan antibodi berdasarkan gejala, tingkat keparahan gejala, berat badan, atau jenis kelamin. "Itu sama untuk semua orang," ujar Messiah.