Tak Ada Vaksin, Korea Utara Andalkan Antibiotik untuk Lawan Covid-19

Ameidyo Daud Nasution
17 Mei 2022, 11:22
 Korea Utara, covid-19, vaksin
KCNA
Personel militer Korea Utara mengamankan pasokan obat di sebuah apotek di Pyongyang. Foto: KCNA

Penularan Covid-19 di Korea Utara terus terjadi belakangan ini. Bahkan, negara tersebut terpaksa mengandalkan antibiotik dan obat reguler untuk mengobati para pasien lantaran kekurangan vaksin.

Dikutip dari Channel News Asia pada Senin (17/5), media Pemerintah Korut telah mendorong pasien menggunakan obat penghilang rasa sakit dan penurun demam seperti ibuprofen, amoksisilin, dan antibiotik lainnya. Padahal obat tersebut kerap diresepkan untuk infeksi bakteri dan bukan virus.

Media setempat juga merekomendasikan warga berkumur air garam hingga meminum tes Ionicera Japonica sebanyak tiga kali sehari, "Pengobatan tradisional adalah yang terbaik," kata seorang wanita saat diwawancarai media pemerintah.

Korea Utara adalah satu dari sedikit negara yang belum memberikan vaksin untuk warganya. Saat ini mereka memilih untuk memobilisasi militer untuk menangani badai Covid-19 yang tengah mengganas.

Wakil Menteri Kesehatan Masyarakat Korut Kim Hyong Hun pada Senin (16/5) mengatakan, mereka telah beralih dari sistem karantina ke perawatan untuk menangani ratusan ribu kasus demam.

Kantor berita Korut yakni KCNA pada Minggu (15/5) melaporkan ada 392.920 kasus demam dan delapan orang meninggal dunia. Secara total, sudah ada 1,2 juta orang mengalami demam dengan 50 orang meninggal.

Otoritas setempat menyatakan sebagian besar kematian terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang varian Omicron dan metode pengobatan yang benar. Sedangkan pemimpin Korut, Kim Jong-un memerintahkan tentara menstabilkan pasokan obat di Pyongyang.

Kim Jong Un
Kim Jong Un (KCNA)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah mengirimkan beberapa alat kesehatan ke Korut. Cina dan Korea Selatan juga menawarkan bantuan jika Pyongyang telah meminta.

Kondisi sektor kesehatan Korut saat ini tak bisa dikatakan mumpuni. Seorang penyidik hak asasi manusia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam laporannya Maret lalu mengatakan negara tersebut kurang berinvestasi dalam tenaga medis, obat-obatan, hingga sanitasi yang tidak memadai.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...